"PERJALANAN MENUJU ALLAH SUBHANNAHU WA TA'ALA"

"PERJALANAN MENUJU ALLAH SUBHANNAHU WA TA'ALA"

Renungan utkku,utkmu,utk kalian,utk kita semua. Insya Allah.

Tafakurlah dalam Diam^_^
Sahabat-sahabatku yg Insya Allah dlm Ridha Allah Ta'ala,
Sesungguhnya,Keadaan hamba yang dipersiapkan untuk memasuki jalan kerohanian itu sudah sangat berbeda daripada keadaannya yang awal mula.

Minatnya kepada perhatian orang banyak sudah tidak ada lagi.
Dia tidak memperdulikan lagi segala bentuk keduniawian.
Dia lebih suka bersendirian.

Dalam suasana perjalanan kesendiriannya itu, dia selalu berhenti di tempat pemberhentian/persinggahan kerohanian sebelum melanjutkan perjalanannya ke jalan berikutnya yang akan ditempuhnya.

Pemberhentian menuju perjalanannya tsb antaranya adalah :.

Pemberhentian/Persinggahan I,
Yaitu :

Si hamba membenarkan niatnya: “ILAHI! <---> Engkaulah maksud dan tujuan. Keridhaan Engkau yang aku cari”.

---> Tiada niat lain lagi baginya. Dia tidak mengharapkan untuk menjadi wali atau mendapat kekeramatan(Karomah).

Dia tidak meminta ilmu keduniaan atau ilmu akhirat.
Dia menyerahkan sepenuhnya pada Takdir-Nya.^^

Dalam penyerahan itu si ,hamba merasakan hatinya seperti disinari cahaya yang terang, lebih terang daripada segala cahaya yang ada di bumi.
Dalam suasana hati yang demikian ,dia merasakan kewujudan jalinan hubungan yang erat dengan Kenabian Ibrahim a.s. ^^

Rasa kehadiran Ibrahimiyah membuat si hamba mengenang keluhuran Nabi Ibrahim a.s yang hanif, dengan kekuatan sabar, ridha dan tawakalnya.

(Nabi Ibrahim a.s meninggalkan isteri yang tengah mengandung di tempat yang tidak ada penghuni, demi menjunjung perintah Allah Ta'ala.
Ibrahim a.s sanggup mengorbankan anak kesayangannya demi menjunjung dan menta'ati perintah Allah Ta'ala.
Ibrahim a.s mempunyai kekuatan hati karena hati beliau berserah sepenuhnya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Saat akan dilemparkan ke dalam api,Nabi Ibrahim a.s berkata: “Tuhanku melihat keadaanku. Dia tahu apa yang baik untukku. Dia tidak akan membiarkan aku”. Apipun kehilangan kemampuannya membakar apabila berhadapan dengan kekuatan penyerahan Ibrahim a.s).^^

Si hamba berdoa kepada Tuhan: “Wahai Tuhanku! Karuniakanlah kepadaku sebagian daripada apa yang telah Engkau karuniakan kepada Khalil-Mu, Ibrahim a.s. Karuniakanlah kepadaku rasa penyerahan yang sebenarnya kepada-Mu.
Perkuatkanlah kesabaranku menghadapi ujian-Mu. Teguhkan tawakalku menanti keputusan-Mu.
Karuniakanlah kepadaku keridhaan yang sebenarnya dalam menerima takdir yang datang daripada-Mu, baik atau buruk”.

Hati si hamba senantiasa memanggil Tuhannya:
“Ya Allah! Ya Allah! Ya Allah! Ya Allah! Ya Allah!”
Inilah hamba-Mu yang berdiri karena menjunjung perintah-Mu. Inilah hamba-Mu yang ruku' karena memuji dan memuja-Mu. Inilah hamba-Mu yang sujud karena mengharapkan Wajah-Mu.
Wahai Tuhanku. Janganlah Engkau jadikan kejahilan dan kedaifanku sebagai hujah untuk Engkau tidak menerima kedatanganku”.

Kemudian ,didatangkan kecenderungan membaca al-Quran kepada hati si hamba.
Si hamba mengawalinya dengan membaca Surah al-Hadiid, Surah yang ke lima puluh tujuh(57). Dia membacanya dengan penuh penghayatan dan memahami maksudnya.
Surah ini mengajarkan manusia supaya sanggup berkorban karena Allah Subhannahu wa Ta'ala demi menegakkan kebenaran.

Diterangkan bahwa kehidupan di dalam dunia ini adalah perjuangan di antara yang benar dengan yang salah.
Orang yang beriman kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, Rasul-Nya dan hari akhirat mestilah mempertahankan keyakinan yang benar dan apa saja yang benar.

Surah ini juga memperingatkan tentang tipu daya kepada manusia.
Manusia mestilah sadar bahaawa dunia dengan segala kemewahannya tidak ada nilainya jika dibandingkan dengan perjuangan pada jalan Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Manusia disuruh supaya mengejar nikmat yang ada pada sisi Allah Subhannahu wa Ta'ala, disediakan untuk orang yang bertaubat dan bertaqwa. Manusia juga diperingatkan supaya bersabar menerima ujian daripada Allah Ta'ala.
Ia mengajar manusia supaya beriman kepada Qada' dan Qadar.

Sebagaimana firman Allah Ta'ala :
Tiadalahsuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada diri kamu melainkan semua itu sudah tertulis dalam Kitab(Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Kami jelaskan yang demikian itu supaya kamu tidak berputus asa terhadap apa yang telah hilang daripada kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang-orang yang sombong dan membanggakan diri".
(QS.al-Hadiid : 22-23).

Sahabat,
Allah Subhannahu wa Ta'ala menerangkan bahwa segala yang berlaku adalah menurut takdir yang telah tentukan Allah Ta'ala. Membuat yang demikian sangatlah mudah bagi Allah, karena Ilmu-Nya meliputi yang awal, yang akhir, yang zahir dan yang bathin.
Orang yang beriman tidak seharusnya berputus asa apabila berpisah daripada sesuatu yang dia sayangi ,apapun itu,karena, mungkin menurut Ilmu Allah Ta'ala yang demikian baik baginya.
Kesusahan dan bala bencana membuat manusia menjadi sabar, ridha, bertawakal dan bersyukur, lalu dia dibawa dekat dengan-Nya.
Ia dijauhkan dari segala yg disayangi,namun didekatkan pada Allah Ta'ala.
Ini jauh lebih baik daripada apa yang terpisah daripadanya.^^

Surah al-Hadiid juga memperkenalkan Allah Ta'ala melalui nama-nama-Nya.
Nama-nama Tuhan menjadi jembatan menghubungkan hamba dengan Tuhan.
Jika nama Tuhan ditilik dengan hati, niscaya terlihat apa yang tidak dapat dilihat oleh mata.
Seterusnya ,
si hamba membaca pula Surah as-Sajdah, Surah yang ke tiga puluh dua(32).

Surah ini mengajak manusia memperhatikan hubungan mereka dengan Pencipta.
Tuhan menciptakan manusia pertama daripada tanah dan keturunan manusia dikembangkan melalui air mani. Tuhan sempurnakan ciptaan manusia dengan karunia kepada mereka roh dan dilengkapkan dengan berbagai-bagai bakat serta keupayaan.
Surah ini menceritakan keadaan orang yang beriman sujud kepada-Nya apabila mereka diperingatkan dengan-Nya, Orang beriman memisahkan diri mereka daripada tempat tidur pada malam hari karena melakukan ibadah kepada-Nya, memuji dan memuja-Nya dengan rasa takut dan harap.
Manusia diberitahu bahwa Allah Ta'ala adalah Pencipta, Pengatur dan Pengurus segala-galanya. Hanya Dia yang berkuasa memberi pertolongan dan pembelaan.
Dia Mengetahui yang ghaib dan yang nyata.
Oleh itu ,
layaklah jika hamba mengadu dan merayu kepada Allah Ta'ala saja, tidak kepada yang lain. Manusia diperingatkan supaya menggunakan bakat dan keupayaan yang Tuhan karuniakan kepada mereka untuk berbakti kepada-Nya, bukan berbuat maksiat.^^

Si hamba semakin merasakan keakraban dengan al-Quran. Dibacanya pula Surah Luqman dengan penuh penghayatan. Surah ini menceritakan sifat orang yang beriman seperti yang telah digambarkan oleh Surah as-Sajdah.

Luqman adalah seorang hamba Allah yang saleh.
Beliau banyak bertafakur merenung alam sekelilingnya dan kehidupan di dalamnya. Allah bukakan kepadanya rahsia kehidupan.
Beliau dapat melihat kehidupan ini dengan pandangan hikmah, karena itu beliau digelar ahli hikmah.

Ahli hikmah melihat yang tersirat ,sedangkan orang lain melihat yang tersurat.^^

Kesenangan membaca al-Quran terus menerus dilakukannya. Dibacanya pula Surah Yusuf. Surah ini menceritakan bahwa orang yang mendapati hikmah adalah orang yang tahan menanggung ujian.

Ujian merupakan proses penyucian dan pembentukan jiwa manusia.^^

Si hamba beralih pula kepada Surah Saba'.
Surah Yusuf menceritakan hamba-Nya yang diuji dengan kesusahan.
Surah Sabaa pula menceritakan tentang hamba-hamba-Nya yang diuji dengan kesenangan dan kekuasaan.
Nabi Daud a.s menjadi raja yang sangat luas daerah kekuasaannya, sehingga angin dan gunung ditundukkan kepadanya.
Anakandanya, Nabi Sulaiman a.s, mewarisi kekuasaan tersebut.
Kekuasaan Sulaiman a.s ditambah lagi sehingga hewan dan jin tunduk kepadanya. Kerajaan dan kekuasaan yang begitu luar biasa tidak sedikit pun menggelapkan hati iman Daud a.s dan Sulaiman a.s.

Si hamba kemudian membaca Surah Faatir.
Surah ini menggambarkan dengan indah bangunan alam maya ciptaan Tuhan.
Diceritakan keharmonian perjalanan anggota-anggota alam.
Manusia yang menggunakan akal fikiran akan dapat menghayati kesempurnaan ciptaan Tuhan untuk mereka rasakan kebesaran dan keagungan Tuhan.

Surah Faatir menekankan bahwa segala-galanya berpusat kepada Kudrat dan Iradat Tuhan yang tidak terbatas.
Semuanya diciptakan dan diatur oleh satu kuasa saja, yaitu :
Allah Yang Maha Esa.

Sahabat-sahabatku,
Manusia diciptakan dan diantarkan ke bumi. Kemudian dikirimkan petunjuk ,supaya manusia dapat menjalankan urusan dan bertugas sebagai khalifah di bumi.
Mereka diberi peringatan bahwa mereka akan berhadapan dengan gangguan-gangguan(godaan). Gangguan tersebut memperingatkan mereka kepada tujuan mereka diantarkan ke bumi.

Setelah membaca Surah-surah al-Hadiid, as-Sajdah, Luqman, Yusuf, Saba’ dan Faatir, si hamba mendapat keinsafan yang mendalam.
Dibacanya pula Surah at-Taubah sebagai pengakuan bahwa dia bertaubat daripada segala kesalahan dan kekeliruannya.

Si hamba menghayati tujuh 7) buah Surah daripada al-Quran tsb.

Pembacaan al-Quran kali ini sangat menyentuh jiwanya. Hatinya merasa terang dan jelas memandang kepada jalan yang mau ditujunya.
Tujuan dan matlamatnya untuk menghampiri Tuhan semakin teguh.

Sesungguhnya membaca al-Quran dalam suasana kehadiran Hakikat Ibrahimiyah memperkuat tapak kakinya untuk terus berjalan kepada Allah Ta'ala.
Tidak ada apa apa lagi yang bisa mengalihkan pandangannya daripada matlamatnya.

Kemudian ,hatinya dibawa kepada suasana kehadiran Hakikat Musawiyah.
Musa a.s adalah Kalim Allah, yaitu orang yang Allah Ta'ala berbicara dengannya.
Musa a.s mengerti tentang Kalam Allah Subhannahu wa Ta'ala yang tidak bersuara dan berhuruf.

Dalam suasana kehadiran Musawiyah itu ,si hamba mengawali pembacaan al-Quran dari permulaannya.

Diawalinya dengan membaca Surah al-Faatihah, Ibu Kitab, kunci pembuka keghaiban, cahaya yang terang benderang menerangi hati nurani.

Hati yang diterangi oleh cahaya al-Faatihah merenung al-Quran, huruf demi huruf, ayat demi ayat.

Al-Quran dibaca bukan sekedar mengeluarkan bunyi dan arti-makna, malah lebih mendalam daripada itu ,al-Quran melahirkan daya rasa yang seni, yang melampaui apa yang mampu disampaikan oleh bunyi dan makna.

“Jika ada satu Kitab yang mampu dijalankan gunung-gunung dengannya atau dibelah bumi dengannya atau dibuat berbicara orang yang telah mati dengannya, maka al-Quran adalah Kitab tersebut”.

Apabila hati menghayati maksud ayat ini, maka al-Quran jualah yang membawa hati kepada jalan yang lurus, membelahnya untuk diisi dengan kebaikan dan menghidupkannya untuk memandang kepada Allah Ta'ala.
Bacaan al-Quran bertindak seumpama air dingin nan sejuk yang nikmat menyerap ke seluruh rongga dan ruang. Bacaannya memberi kesan kepada seluruh diri zahir dan Diri Bathin, menyerap ke seluruh maujud, menjadi darah dan daging, menjadi cita-cita dan keinginan.
Nur al-Quran menghancurkan hijab yang didirikan oleh syaitan, dunia dan hawa nafsu.
Tenaga nur al-Quran akan menghapuskan apa saja yang coba menahan hati.
nur al-Quran membebaskan hati daripada segala bentuk perhambaan kepada makhluk dan menetapkan satu perhambaan saja,yaitu: perhambaan kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala yang tidak bersekutu dengan-Nya sesuatu apa jua pun.

Bila ruang hati sudah penuh dengan nur al-Quran barulah manusia itu benar-benar menjadi hamba Allah yang sesuai dengan Kalam Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Penghayatan bacaan al-Quran tanpa penyerapan nur al-Quran tidak memadai untuk membentuk insan al-Quran, seperti generasi Muslim yang diasuh secara langsung oleh Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi Wasallam.

Si hamba sampai kepada ayat 54, Surah al-Baqarah:
Yaitu :

Dan (ingatlah) tatkala Musa berkata kepada kaumnya: “Wahai kaumku! Sesungguhnya kamu telah menzalimi diri-diri kamu karena menyembah anak lembu. Bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Yang demikian itu baik bagi kamu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu. Maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan Penyayang.”
(QS. al-Baqarah :54).

Hati si hamba disentuh oleh ayat di atas.

Bukan kaum Nabi Musa a.s saja yang menzalimi diri mereka. Manusia lain juga tidak kurang menzalimi diri sendiri.
Mereka juga ‘menyembah berbagai-bagai anak sapi’ yang dibentuk oleh hawa nafsu mereka.
Musa a.s menyarankan agar bertaubat dan diri yang zalim itu dibunuh.

Si hamba yang berada dalam suasana kehadiran Hakikat Musawiyah menjawab seruan ayat 54, Surah al-Baqarah itu.
Si hamba berdiri menghadap kiblat sambil mengangkat tangannya. Dia melafazkan dengan penuh kekhusyu'an:

"Aku bertaubat daripada menzalimi diri sendiri".

Si hamba mengerti bahwa kezaliman yang paling besar adalah meletakkan taraf ketuhanan Allah Ta'ala tidak pada kedudukan yang adil dan meletakkan taraf makhluk melebihi apa yang sepatutnya.

Dia benar-benar Ikhlas "membunuh" dirinya yang zalim agar diri yang adil saja tegak berdiri.
Si hamba bersyukur kepada Allah karena memberinya taufik, hidayah dan kekuatan untuk melakukan taubat yang demikian.

Sebagaimana firman Allah Ta'ala :
"Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali(dirinya sendiri)"
( QS.al-Qiyamah: 2 ).

Sahabat,
Nafsu lawwamah adalah diri hamba yang menginsafi segala kesalahan yang telah dilakukannya dan benar-benar ingin memperbaiki diri sendiri.^^


Pemberhentian/Persinggahan II:

Sambil membaca al-Quran si hamba memperbanyak zikir. Di"pukul"kannya zikir itu kuat-kuat ke dalam lubuk hatinya, seumpama palu yang memukul tiang ke dalam tanah hingga bergetar tanah di sekelilingnya.

Ucapan zikir bergema di dalam diri.
Gemanya menyelinap ke seluruh ruang diri.

Di dalam suasana kehadiran Hakikat Musawiyah hati si hamba diperkuatkan utk melawan anasir syirik yang coba menguasai jiwanya.
Kemudian dia berpindah pula kepada suasana kehadiran Hakikat Isaiyah.
Si hamba meneruskan pembacaan al-Quran dalam suasana yang baharu ini.

Sahabat,
Dalam suasana ini ,hati banyak memperhatikan urusan taubat. Hati mencari-cari cara taubat yang lebih baik.
Dia mau memutuskan dirinya dari rantai-rantai yang bisa saja menyeretnya kembali kepada kesalahan.
Dia mau menjadi orang yang benar dengan taubatnya.^^

Dia terus membaca al-Quran dari satu Surah ke Surah yang lain dalam suasana hati memohon keampunan kepada Allah Ta'ala, mengharapkan taubatnya diterima oleh-Nya.

Dalam suasana bertaubat memohon keampunan Allah, dalam kehadiran Hakikat Isaiyah atau dalam sinaran cahaya kenabian Isa a.s, si hamba mendapat pengertian bahwa bertaubat bukanlah sekedar menyesal dan meninggalkan kesalahan.
Lebih penting daripada itu adalah :
menyesuaikan secara zahir dan bathin.
Taubat adalah pintu kepada al-Quran, bukan sekedar pintu meninggalkan kesalahan dan dosa.
Taubat yang sebenarnya berlaku di dalam sinaran nur al-Quran, dalam suasana hati yang sama dengan hati orang yang sedang mengerjakan sholat dengan khusyu'.

Setelah selesai membaca Surah Maryam sebelum memasuki daerah Surah Taha, si hamba ‘digerakkan’ supaya meletakkan tangannya ke atas dada al-Quran, pada halaman pertama Surah Taha dan dia mengucapkan:

"Aku bertaubat daripada perbuatan syirik dan munkar".

Kemudian si hamba mengangkat tangannya dan bermunajat kepada Tuhan:
“Wahai Tuhanku! Engkau Mengetahui kezaliman dan kejahatan diriku. Jika tidak kepada Engkau kepada siapa lagi hendakku mohonkan keampunan. Sesungguhnya Engkau jualah Tuhan Yang Maha Mengampuni dan Maha Mengasihani.
Ya Allah, ya Tuhanku! Ampuni segala dosa-dosaku, dosa-dosa kedua ibu-bapakku ,dosa-dosa isteri dan anak-anakku, dosa-dosa saudara-saudaraku dan dosa-dosa sekalian kaum Muslimin dan Muslimat. Sesungguhnya Engkau jualah yang mengampunkan dosa-dosa hamba-Mu. Amin!”

Si hamba mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya yang telah menyentuh al-Quran dan mengangkat ke langit itu.

Dia merasakan aliran uap dingin berjalan ke seluruh tubuhnya. Dia berada dalam keadaan demikian beberapa saat.

Pemberhentian/Persinggahan III:

Si hamba meneruskan perjalanannya di dalam daerah-daerah Surah al-Quran.
Hatinya memasuki suasana kehadiran kenabian Daud a.s. Nabi Daud a.s telah menerima tanah kepunyaan Nasuha untuk didirikan masjid.

Sahabat-sahabatku,
Ketahuilah,bahwasanya,
Nasuha yang pada awal mulanya enggan menyerahkan tanah tersebut tetapi kemudian mendapat taufik dan hidayat daripada Tuhan, lalu dia bertaubat.

Taubat itu dinamakan TAUBAT NASUHA,
yaitu :
Taubat orang yang meyakini akan berjumpa dengan Tuhan dan kembali kepada-Nya.

Setelah menerima tanah Nasuha, bekerjalah Nabi Daud a.s membangun rumah Allah.

Nah,demikian pula Si Hamba yg berjalan itu,
Si hamba yang telah benar dengan taubatnya bekerja membangun hatinya untuk menjadi rumah Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Setelah melepasi daerah Surah Muhammad, si hamba masuk ke dalam daerah Surah al-Fath, sampai kepada ayat ke 29.

"Muhammad itu adalah utusan Allah,Dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang orang kafir,tetapi berkasih sayang sesama mereka. Engkau lihat mereka ruku' dan sujud, mencari karunia dan keridhaan Allah. Tanda-tanda mereka tampak pada wajah mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat sifat mereka dalam Taurat dan sifat sifat mereka dalam Injil,yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus diatas pohonnya,tanaman itu menyenangkan hati penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang orang kafir itu( dengan kekuatan orang orang mukmin). Allah menjanjikan kepada mereka yang beriman dan beramal saleh diantara mereka keampunan-Nya dan ganjaran(pahala) yang besar".
( QS. al-Fath : 29 ).

Si hamba membaca ayat di atas dengan khusyu'. Diulanginya beberapa kali. Kemudian dia digerakkan supaya menghadap kiblat dan mengangkat tangannya. Dia mengadakan baiah (janji setia) dengan sepenuh jiwa raganya:

"Aku mengadakan baiah(janji setia) dengan Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam".

Tangan kanan yang menyaksikan baiah (janji setia)di atas diletakkannya ke dada sebelah kiri, bertepatan dengan kedudukan hati.
Setelah tapak tangannya yang menyaksikan baiah (janji setia)itu menyentuh dadanya, dirasakannya seolah-olah :

“Muhammad ur-Rasulullah ”
<--->
menjadi pedang yang tajam menebas pangkal hatinya. Tebasan tersebut bagaikan petir menghantam ke hatinya.
Sangat kuat tebasan dan hantaman tersebut sehingga dia terbaring.
Dia merasakan tusukan 'bisa' di dalam hatinya.
Dia bermohon kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala agar diberikan kepadanya kekuatan untuk menahan bisa yang sedang merobek hatinya itu. Pada saat itu ,
Kaabatullah muncul dalam pandangan mata hatinya.
Dalam penyaksian tersebut hatinya ‘mencium’ Hajral Aswad dengan penuh rasa tawadhu' kepada Allah Ta'ala.
Barulah berkurang kepedihan yang menikam hatinya.^^

Pengalaman yang singkat itu membuat si hamba mengerti kebesaran ucapan kalimah:

“Muhammad-ur-Rasulullah.”<---> Ia adalah pedang kebenaran yang menebas apa saja yang selain Allah Ta'ala, yang berada di dalam hati.
Ia merobek istana iblis yang telah sekian lama terbina di hati. Ia meruntuhkan dinding dan tembok yang didirikan oleh syaitan, hawa nafsu dan dunia. Pedang kebenaran menghalau segala yang keji.

Bila segala yang keji sudah menyingkir terbinalah sebuah istana yang indah di dalam hati.

Kalbu (hati) orang mukmin adalah istana Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Pemberhentian/Persinggahan IV:

Hati si hamba masuk pula kepada suasana kehadiran Cahaya Kenabian Sulaiman a.s. Sulaiman a.s menyelesaikan pembangunan masjid yang pembangunannya dimulai oleh ayahandannya, Nabi Daud a.s. Mereka membangun masjid di atas tanah Nasuha yang bertaubat.

Daud a.s dan Sulaiman a.s merupakan dua orang hamba Allah yang diberikan kerajaan dan kekuasaan yang tidak diberikan kepada manusia lain. Karunia Allah Ta'ala yang begitu besar menambahkan kesyukuran mereka.

Si hamba yang telah memasuki pintu taubat menemui pula pintu kesyukuran.

Si hamba yang hatinya dikuasai oleh rasa bersyukur kepada Allah meneruskan pembacaan al-Quran.
Alunan kesyukuran pada jiwa ketika membaca al-Quran berbeda daripada alunan taubat. Kedua-duanya tidak mampu diuraikan.

Hati yang telah merasainya akan mengerti.
Di dalam alunan kesyukuran itu si hamba sampai kepada daerah Surah ar-Rahman. Dia sampai kepada ayat ke 13:

Maka nikmat Tuhan kamu yang mana lagi yang kamu dustakan? ( QS. ar-Rahman : 13).

Si hamba terpegun sejenak. Bacaannya terhenti.
Dicobanya membaca sekali lagi ayat tersebut tetapi lidahnya kelu'.

Dia merasakan kekerdilan diri yang amat sangat.
Apabila dia mencoba lagi untuk meneruskan bacaannya, dirasakannya sebuah gunung yang besar terhempas ke atas kepalanya.
Tiba-tiba mata hatinya menyaksikan keagungan ar-Rahman.

Keagungan ar-Rahman menguasai hatinya.
Dia merasakan seolah-olah nafasnya dan perjalanan darahnya terhenti.
Ingatan kepada ar-Rahman itu mengguncangkan sekalian maujudnya.
Apabila dia berhadapan dengan ar-Rahman dirasakannya dirinya umpama lilin yang cair dimakan api,bagaikan debu yang diterbangkan angin kencang. Tidak ada daya dan upayanya untuk menghampiri daerah ar-Rahman.
Dia sujud ke Hadrat Tuhan ar-Rahman dan bermunajat:

“Wahai ar-Rahman! Engkau perlihatkan Keagungan-Mu kepada hamba-Mu yang kerdil dan daif ini.
Dalam serba kelemahan dan kekurangan ini hamba-Mu memohonkan keampunan dan kemaafan-Mu. Maafkan aku wahai Yang Maha Agung! Tidak terdaya hamba-Mu ini melalui Surah ar-Rahman Yang Agung ini. Izinkan aku meneruskan perjalananku kepada Surah-surah yang lain dengan meninggalkan apa yang tidak terdaya upaya aku melaluinya”.

Sahabat-sahabatku,

Pengalaman berhadapan dengan Surah ar-Rahman membuat si hamba mengerti bagaimana Gunung Thursina hancur lebur jika dihadapkan kepada tajalli Tuhan.
Berhadapan dengan Surah ar-Rahmaan sudah menghancur-leburkan kewujudan insan, Apa lagi jika benar-benar berhadapan dengan keagungan-Nya ??

Kesucian dan kemuliaan malaikat Jibril a.s masih tidak cukup kuat untuk berhadapan dengan keagungan Allah ar-Rahman!

Si hamba sampai kepada daerah Surah al-Ikhlas.
Diulangi bacaannya beberapa kali.
Kemudian diletakkan tangannya di atas dada Surah al-Ikhlas dan diucapkannya dengan penuh kekhusyu'an:

Diucapkannya kalimah di atas beberapa kali dengan sepenuh jiwa raganya.
Dia merasakan sesuatu keanehan.
Dirasakannya kalimah suci itu menyelinap ke seluruh tubuhnya dan ke seluruh jiwa raganya. Tiada ruang lagi pada dirinya yang tidak diresapi oleh kalimah suci itu. Sekalian maujudnya menyaksikan.

Tapak tangan kanannya yang menyentuh dada al-Quran sewaktu dia mengucapkan Kalimah Syahadah tadi diletakkannya di dadanya, bertepatan dengan hati.
Seluruh maujudnya, zahir dan bathin, dikuasai oleh kalimah:

La ilaha illa Llah.

Ia menjalar ke dalam darah, daging, urat saraf, tulang belulang dan seluruh tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Sekaliannya menyaksikan dengan penuh tawadhu' kepada Tuhan bahwa :

La ilaha illa Llah <--->
Apa yang dirasainya daripada ucapan Kalimah Tauhid kali ini sangat berbeda daripada yang sudah-sudah.

Tidak pernah dia merasakannya begini, walaupun dia selalu mengucapkan kalimah tersebut.

Pengalaman La ilaha illa Llah yang diperolehnya kali ini tidak akan ditukarkan dengan sesuatu, walaupun dengan sebuah gunung emas.

Dunia dan isinya bukanlah harga untuk ditukar dengan kalimah suci ini.

Si hamba bermunajat kepada Tuhan dengan segala kerendahan hatinya:

“Ya Allah! Ya Ahad! Bawalah aku kepada-Mu. Jangan Engkau tinggalkan aku walau satu detik pun. Jangan Engkau biarkan yang selain-Mu mengurus aku walau sesaat pun.
Janganlah Engkau kembalikan aku kepada pekerjaan zalim, munkar dan melampaui batas. aku berlindung kepada-Mu pada setiap waktu. Engkau jualah sebaik-baik Pelindung!”

Kemudian si hamba mengucapkan:

“Aku ridha Allah Ta'ala jualah Tuhan, Islam jualah agama, Muhammad Shallallahu'Alaihi Wasallam adalah Nabi dan Rasul, al-Quran adalah imam , Kaabah adalah Kiblat dan Mukminin serta Mukminat adalah saudara!”

Kemudian sahabat-sahabatku,

si hamba menghabiskan bacaan al-Quran hingga ke Surah yang terakhir.
Dia telah diberi kesempatan mengalami sesuatu yang unik sewaktu melalui daerah-daerah Surah al-Quran.

Pengalaman hati sukar dijelaskan.
Hati yang merasai suka, duka, senang dan susah.
Hati mengalami suasana yang dipanggil sabar, ridha, tawakal dan syukur.

Hati juga merasai suasana kehadiran cahaya kenabian, sebagaimana hati mengalami kehadiran (Hadrat) Ilahi.

Merasai kehadiran cahaya kenabian bukan berhadapan secara nyata, bertutur-kata dengan mereka.
Rasa kehadiran berlaku di dalam hati.
Tutur-katanya bukanlah pembicaraan, tetapi pengertian yang tiba-tiba tertanam pada lubuk hati.^^

Pemberhentian/Persinggahan V:

Setelah selesai membaca al-Quran si hamba meneruskan perjalanannya dengan memperbanyak zikir dan melaksanakan Sholat sunnah, sesuai dengan firman Allah Ta'ala :

"Sesungguhnya aku adalah Allah! Tidak ada Tuhan selain Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingati Aku".
( QS.Taha :14).

Pengembaraan di dalam sholat membentuk hati yang kuat berserah diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala. Keinginan untuk bertemu dengan-Nya semakin kuat.

Si hamba yakin, bahwa hanya dengan menyerahkan segala urusan kepada-Nya saja mampu membawa seorang hamba mendekat kepada-Nya.

Dalam keadaan demikian, pergantungan si hamba itu kepada Allah semakin teguh. Pengharapannya kepada makhluk tinggal hanya sedikit saja lagi.
Ingatannya kepada Allah Ta'ala sangat kuat dan ingatannya kepada makhluk sangat berkurangan.
Lama kelamaan kuatlah penghayatan dalam hatinya suasana:

“Maksud dan tujuan hanyalah Allah Subhannahu wa Ta'ala".
Keridhaan-Nya yang dicari”.

Dalam keasyikan mengerjakan berbagai-bagai sholat sunnah itu,hati si hamba disentuh oleh sepotong ayat yang sering dibaca dalam sholat.

Si hamba dengan ikhlas membuat penyaksian:

"Dengan Nama Allah, Pemurah, Penyayang.
Sesungguhnya sholatku, ibadahku,hidupku dan matiku semuanya untuk Allah, Tuhan sekalian alam".

Si hamba mengakui bahwa tiada daya dan upaya melainkan dengan Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Oleh karena segala daya dan upaya adalah hak Allah Subhannahu wa Ta'ala, maka segala sholat, ibadah-ibadah, seluruh penghidupan dan juga kematian adalah diperuntukkan kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, tidak kepada yang lain.

Tidak ada motif keduniaan dan keakhiratan.^^

Pemberhentian/Persinggahan VI:

Si hamba tenggelam dalam penghayatan ,bahwa tiada daya dan upaya melainkan dengan Allah Ta'ala.
Bertambah kuat dia melakukan sholat dan zikir sebagai menyatakan bahwa segala daya dan upaya yang dikaruniakan Allah kepadanya digunakannya untuk mencari keridhaan Allah Subhannahu wa Ta'ala jua. Hatinya menyaksikan, bahwa segala perkara, semua kejadian, apa saja yang bergerak dan yang diam, semuanya terjadi karena daya dan upaya Allah Ta'ala.

Pergantian malam dengan siang, pasang dan surut air laut, senang dan susah, sehat dan sakit dan semuanya adalah kenyataan kepada daya dan upaya dari Allah Ta'ala jua.

Daya dan upaya yang dari Allah itu muncul dalam berbagai-bagai keadaan, rupa bentuk, sifat, ruang dan waktu.
Si hamba melihat perbuatan dan kelakuan muncul daripada dirinya sebenarnya adalah daya dan upaya yang datang dari Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Pemberhentian/Persinggahan VII:

Dalam suasana yang dipenuhi dengan sholat dan zikir, si hamba digerakkan untuk bertafakur.

Dia gemar merenung segala perkara dan menghubungkannya dengan Tuhan.
Sesuatu perkara yang pada mulanya kelihatan sulit, setelah direnungnya dengan mendalam dia mendapat jawaban yang memuaskan hatinya.

Melalui proses tafakur itulah dia banyak mendapat kefahaman tentang berbagai-bagai perkara yang pernah dimusykilkannya dahulu.

Dahulu akalnya tidak mampu mencari jawaban. Kini dia mendapat jawaban dengan mudah. Sedikit demi sedikit, melalui penemuan secara bertafakur, hatinya merasakan bahwa jawaban yang datang kepadanya bukan terjadi dengan tiba-tiba, tetapi ia berlaku secara terancang dan diuruskan dengan bijaksana.

Hatinya merasakan bahwa dirinya diberi pengajaran dengan cara yang sangat misteri.
Dari situ dia menyadari bahwa ada Pembimbing Rohani yang bertindak memberinya petunjuk, panduan dan nasihat dengan cara yang sangat sukar untuk difahami.
Dia tidak mengetahui hakikat pembimbing tersebut ,tetapi dia merasakan kedekatan dengannya.

Rasa kehadiran pembimbing tersebut membuatnya lebih berani bertafakur mengenai perkara-perkara ketuhanan yang pada zahirnya sukar dimengerti. Apa juga perkara yang mencetus minatnya untuk bertafakur, didapatinya jawaban yang memuaskan hatinya.

Melalui proses tersebut dia mulai mengenal Tuhan melalui pandangan yang berbeda daripada pengenalannya yang lalu.

Sahabat-sahabatku,

Kehadiran Pembimbing Rohani menjadikan si hamba bersikap pasif, jiwanya tenang dan yakin, membiarkan Petunjuk Ghaib ‘membawanya’ ke mana saja. Pada peringkat ini ,
si hamba seolah-olah memiliki dua jenis diri.
Diri pertama adalah :
diri yang memiliki sifat kemanusiaan biasa.
Diri kedua adalah :
diri yang bergerak di bawah kekuasaan Petunjuk Ghaib atau Pembimbing Rohani.

Jika dikuasai oleh Petunjuk Ghaib akan lahirlah perbuatan yang ganjil, tidak logika yang kadang-kadang menyalahi adab sopan dan nilai kemanusiaan biasa.
Walaupun lahir perbuatan yang kelihatan bodoh dan sepele, tetapi baginya perbuatan yang dicetuskan oleh Petunjuk Ghaib itu mengandung pengajaran yang halus tentang Tuhan.
Oleh itu ,
si hamba merasa tenang dan tenteram walaupun keganjilan yang muncul pada dirinya telah membuat orang-orang yang dekat dengannya menjadi gelisah.

Si hamba bukan sekedar melihat Haula dan Kuwwata sebagai bakat dan tenaga yang menggerakkan makhluk, malah dilihatnya Haula dan Kuwwata adalah jembatan yang menghubungkan hamba dengan Tuhan.

Tanpa Haula dan Kuwwata tidak mungkin hamba mampu menghadap kepada-Nya dan menghampiri-Nya.

Haula dan Kuwwata adalah urusan-Nya yang pada satu aspek memungkinkan makhluk bergerak dan melahirkan kesan, sementara pada aspek yang lain pula merupakan ‘Rahsia’ yang memungkinkan hamba berhubung dengan Tuhan.

Pemberhentian/Persinggahan VIII :

Si hamba masih lagi di dalam suasana sholat, berzikir dan bertafakur.

Rasa kehambaannya semakin mendalam.
Dia hanya mementingkan masalah hubungannya dengan Tuhan.
Masalah masalah kehidupan sehari hari tidak mendapat perhatiannya.
Dia tidak memberatkan tentang masalah masalah zahiriah seperti makan, minum, pakaian dan lain-lain.
Kelakuannya sudah agak berlainan dengan kelakuan orang biasa.
Cara dia makan kadang-kadang menimbulkan fitnah kepada orang yang memandangnya.
Dia dapat melihat keganjilan yang berlaku kepada dirinya, tetapi dia tidak berdaya menghalangnya ,dan juga dia tidak keberatan hal yang demikian terjadi kepada dirinya. Dia merasakan dirinya benar-benar tidak berdaya dan upaya. Dia merasakan dirinya digerakkan untuk melakukan sesuatu tanpa dia mampu membantah atau mengubahnya. Dia melihat anggotanya sebagai alat yang digunakan oleh kuasa paling dalam yang menguasainya.
Dia lebih banyak berada dalam keadaan dia tidak tahu mengapa dia berbuat sesuatu yang ganjil. Perbuatan yang tidak dapat dikawalnya itu disandarkannya kepada Pembimbingnya.
Dia yakin bahwa dengan mematuhi Petunjuk Ghaib itu dia akan sampai kepada Tuhan.

Dia benar-benar mau mengabdikan diri kepada Tuhan. Bukankah dia telah menyaksikan bahwa:

"Dengan nama Allah, Pemurah, Penyayang.
Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semuanya untuk Allah, Tuhan sekalian alam".

Tiap kali dia membaca ayat tersebut di dalam sholat, jiwanya bergetar, darah daging dan urat sarafnya ikut bergetar.^^

Tiba-tiba muncul dalam lubuk hatinya firman Allah Ta'ala:

"Apakah manusia itu menyangka bahwa mereka akan dibiarkan saja berkata: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi ?"
( QS.al-'Ankabut:2 ).

Dia mendengar dari dalam lubuk hatinya ‘Juru-bicara’ mengatakan:
“Apakah kamu menyangka akan dibiarkan berkata:
"Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semuanya karena Allah, padahal engkau tidak diuji?”

Ucapan Juru-bicara tersebut sangat menyentuh jiwanya. Adakah dia benar dengan apa yang selalu dibacakannya di dalam sholat itu?

Allah Ta'ala adalah Maharaja yang sangat cemburu. Dia tidak mengizinkan hamba-Nya mempersekutukan kasih sayang dan taat setia kepada-Nya. Dia tidak mahu ada yang selain-Nya lebih dicintai dan ditaati daripada kecintaan dan ketaatan kepada-Nya.
Tanda Allah cemburu adalah :
Dia mengharamkan siapa saja menyamakan Diri-Nya dengan sesuatu.
Allah Ta'ala tidak mengampunkan dosa syirik.

Si hamba itu telah mengatakan bahwa dia mencintai Allah lebih daripada segala yang lain. Pengakuan itu adalah bohong belaka,sebab dia melebihkan kasihnya kepada dirinya daripada kasihnya kepada Tuhannya.
Dia tidak mau dirinya mengalami kesusahan dan penderitaan dalam membuktikan kecintaan-Nya kepada Allah Ta'ala.

Sahabatku,Pahamilah.

Jika seorang hamba itu benar-benar mencintai Tuhannya ,dia akan sanggup menyerahkan dirinya kepada Tuhannya.^^

Juru-bicara dari dalam hatinya membacakan firman Allah Ta'ala:

Orang orang yang apabila ditimpa musibah,mereka mengucapkan : inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun (Kami datang dari Allah dan kepada-Nya kami kembali)”.
( QS.al-Baqarah : 156).

Si hamba tertegun sejenak. Dia merasakan ayat tersebut ditujukan khusus untuknya.
“Kembalikan sholat kamu kepada Allah! Kembalikan ibadah kamu kepada Allah! Kembalikan hidup kamu kepada Allah! Kembalikan mati kamu kepada Allah!”

Itulah gema yang memenuhi ruang hatinya.
Sujudlah si hamba itu kepada Tuhannya dengan penuh tawadhu' dan bermunajatlah dia kepada Tuhannya:

“Ya Allah! Engkaulah Tuhan, tiada Tuhan kecuali Engkau. Aku hanyalah hamba-Mu. Tidak ada satu hak pun pada diriku. Semuanya adalah hak Engkau. Nyawaku juga adalah hak Engkau. Engkau berhak mengambil apa yang menjadi hak Engkau. Aku tidak akan membantah atau mengeluh menerima ketentuan-Mu. Terimalah aku sebagai hamba yang berserah diri kepada-Mu. Izinkan aku mengerjakan sholat untuk kali terakhir, sebelum Engkau mengambil nyawaku”.

Si hamba berdiri untuk mengerjakan sholat. Baginya itulah sholatnya yang penghabisan dalam hidupnya.

Dia berdiri, ruku' dan sujud dengan penuh penyerahan.
Tidak ada keresahan . Tidak ada takut atau berdukacita. Tidak ada kegembiraan atau keghairahan.
Hatinya menyerah sepenuhnya kepada Allah , tanpa harapan dan cita-cita.

“Ya Allah! Inilah hamba-Mu yang berdiri dengan penuh penyerahan kepada-Mu. Ya Allah! Inilah hamba-Mu yang ruku' dengan penuh penyerahan kepada-Mu.
Ya Allah! Inilah hamba-Mu yang sujud dengan penuh penyerahan kepada-Mu.
Lakukanlah apa yang Engkau kehendaki”.

Begitulah lebih kurang suasana hati si hamba ketika melakukan sholat yang penghabisan. Setelah mengucapkan salam si hamba sujud dengan penuh damai kepada ketentuan Tuhannya.
Dia sujud lama sekali tanpa menyadari apa yang berlaku kepada dirinya dan di mana dia sedang berada.
Kemudian ,hatinya mendengar ucapan Juru-bicara dari dalam dirinya:
“Bangkitlah dari sujudmu sebagai insan baharu yang mati makhluk dari hatinya sehingga tidak melihat lagi ada makhluk yang berkuasa mendatangkan manfaat dan mudarat, yang tidak berkehendak lagi kepada dunia dan akhirat dan yang hidup dengan lakuan Allah Subhannahu wa Ta'ala semata-mata”.

Lalu,
Si hamba bangkit dari sujudnya dan mengucapkan syukur kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Pemberhentian/Persinggahan IX:

Rasa kekerdilan diri semakin kuat menguasai hati si hamba. Bila diri merasa kerdil dapatlah hati merasakan kebesaran, ketinggian dan keagungan Allah Ta'ala.
Apa saja yang berkait dengan Allah akan menggetarkan hati nurani.
Nama-nama Allah Ta'ala, sifat-sifat-Nya dan ayat-ayat-Nya memberi kesan yang kuat kepada hati.
Setiap disebut atau didengarnya nama dan ayat-ayat Allah, hatinya merasakan seperti ditikam dengan pisau yang sangat tajam.
Setiap patah suara azan yang berkemundang di udara ‘menerpa’ ke dadanya seumpama anak panah.
Dalam keadaan yang demikian si hamba sujud mengakui kebesaran, ketinggian dan keagungan Allah, Tuhan sekalian alam.

Pengalaman yang demikian membuatnya mengerti maksud mukmin yang diceritakan oleh al-Quran.

"Orang-orang mukmin apabila diperingatkan dengan Allah niscaya gemetarlah hati mereka".
(QS. al-Anfaal :2 ).

Si hamba bersyukur kepada Allah Ta'ala karena mengajarkan maksud ayat al-Quran melalui pengalaman yang membuatnya lebih mengerti dengan apa yang al-Quran katakan.
Dia telah dikaruniakan nikmat yang besar karena diberi kesempatan untuk memahami maksud ayat al-Quran melalui pengalaman rasa.
Bertambahlah kesyukurannya dan rasa kekerdilan diri di hadapan keagungan Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Di dalam suasana kekerdilan diri berhadapan dengan keagungan Allah itu Juru-bicara dari dalam dirinya membacakan ayat:

"Masuklah engkau ke dalam jamaah hamba hamba-Ku dan masuklah engkau ke dalam syurga-Ku".
( QS.al-Fajr : 29-30).

Si hamba tersentak mendengar ‘ucapan’ tersebut.
Dia terdiam seketika.
Lalu, dia ‘mendengar’ peringatan daripada Petunjuk Ghaib:
“Apa yang kamu cari masih jauh di hadapan.
Jangan kamu berhenti dan terpesona dengan keindahan syurga”.

Si hamba dengan merendahkan diri bermunajat kepada Tuhannya:
“Wahai Tuhanku! Tutupkanlah pandanganku daripada melihat syurga-Mu agar keindahannya tidak memukau aku, yang nanti menyebabkan langkahku menuju-Mu terhenti.
Wahai Tuhan Yang Maha Mengasihani.
Janganlah Engkau jadikan syurga sebagai penghalang di antara Engkau dengan aku. Ambillah kembali syurga-Mu dan serahkanlah kepada siapa saja yang ada tuntutan terhadap diriku agar aku bebas daripada mereka dan hanya menjadi hamba-Mu saja.
Janganlah Engkau adakan selain-Mu sebagai hijab di antara Engkau dengan aku. Inilah hamba-Mu yang tidak ada maksud dan tujuan selain Engkau, wahai Tuhanku!”

Pemberhentian/Persinggahan X:

Si hamba membebaskan dirinya daripada segala pergantungan kepada daya usaha dan ikhtiar memilih, Kosong daripada kehendak dan tujuan yang bersangkutan dengan dunia dan juga akhirat.
Hatinya menjadi kosong daripada hawa nafsu, keinginan, harapan, cita-cita dan angan-angan.

Jadilah hatinya benar-benar Kosong.

Dia adalah seumpama mayat di tangan pemandi mayat.^^

Si hamba telah membuktikan kehambaan dan pengabdiannya kepada Tuhan dengan rela menyerahkan apa saja kepada-Nya dan bersedia menjalankan perintah-Nya seperti malaikat yang bersifat teguh.
Apakah itu sudah memadai bagi menghilangkan kecemburuan Tuhan Yang Maha Cemburu?

Sahabatku,
Bukankah Pengorbanan yang demikian dapat dilakukan oleh seorang manusia untuk kekasihnya yang juga seorang manusia??

Bukankah tidak sedikit manusia yang sanggup membunuh diri demi kekasihnya?

Bukankah tidak sedikit manusia yang sanggup membunuh orang lain demi kekasihnya??

Nah Sahabatku,

Pengorbanan untuk Allah Ta'ala haruslah lebih agung daripada segala bentuk pengorbanan yang mampu dilakukan oleh manusia untuk sesama manusia.

Pengorbanan yang paling tinggi bisa dilakukan oleh seorang hamba untuk Tuhannya adalah menetapkan keesaan-Nya, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, baik daripada anasir bumi atau langit, anasir nyata atau ghaib atau apa saja, termasuklah dirinya sendiri.

Allah Maha ESA, bagaimana mungkin yang lain mampu berhadapan dengan-Nya?

Sahabat-sahabatku,
Selama ada istilah hamba ,selama itu ada hamba yang berhadapan dengan-Nya. Selama ada kesanggupan melakukan sesuatu ,selama itu ada diri yang berkesanggupan berhadapan dengan-Nya.
Selama mengharapkan pangkat kewalian ,selama itulah ada diri yang berharap menjadi wali berhadapan dengan-Nya.
Selama bercita-cita untuk dunia dan akhirat ,selama itulah ada diri yang bercita-cita berhadapan dengan-Nya.
Selama ada itu dan ini, selama itulah ada diri yang itu dan ini berhadapan dengan-Nya.
Tidak ada yang layak berhadapan dengan-Nya ,karena Allah Maha Esa.

Siapakah yang mampu duduk dalam majlis keEsaan-Nya melainkan Diri-Nya sendiri?

Apa juga yang tersisa pada si hamba dilenyapkan.
Jadilah si hamba itu seumpama tong kosong yang berlobang. Setiap kali hujan turun ia menyucikan sisa-sisa kekotoran yang melekat pada dindingnya. Apabila dinding itu sudah tidak ada segala kekotoran, maka air yang bersih dan jernih keluar daripadanya tanpa sedikit pun berubah rupa dan warnanya sebagaimana air yang masuk ke dalamnya.
Apa yang turun dari langit itulah juga keluar daripada tong kosong yang berlobang dan suci bersih.
Tidak ada pertukaran dan perubahan.

Pemberhentian/Persinggahan XI:

Si hamba telah menyerahkan apa saja yang bernama hak kepada Yang Empunya hak.

Hati si hamba kosong daripada segala-galanya.
Perhatian terhadap dirinya sendiri sudah tidak ada lagi, begitu juga dengan perhatiannya kepada segala sesuatu di sekelilingnya.

Jika hati si hamba benar-benar kosong, maka Allah penuhkannya dengan Kehendak dan Tujuan-Nya semata-mata.

Allah Ta'ala yang mengurus kehidupan si hamba yang telah terpisah daripada segala hak itu. Allah Ta'ala yang menguasai segalanya.

Si hamba menjadi alat yang melaluinya Urusan Allah menjadi nyata.

Jika Allah Subhannahu wa Ta'ala katakan:
“Jadi (KUN)!” <---> maka ,jadilah ia(FA YAKUN)".

Jika Allah Subhannahu wa Ta'ala katakan:
“Bergerak!” <---> maka bergeraklah ia.

Jika Allah Subhannahu wa Ta'ala katakan:
“Diam!”<--- > maka diamlah ia.

Jika Allah Subhannahu wa Ta'ala katakan:

"Sesungguhnya Aku adalah Allah! Tidak ada Tuhan melainkan Aku! Mengabdilah kepada Aku!"

Si hamba pun mengatakan:

"Sesungguhnya Engkau adalah Allah! Tidak ada Tuhan melainkan Engkau! Aku mengabdi pada-Mu !"

jika Allah mengatakan:
"
Aku adalah Yang Haq !"

Si hamba pun mengatakan:
"Engkau adalah Yang Haq !

Pemberhentian/Persinggahan XII:

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman :
"Sesungguhnya Aku adalah Allah! Tidak ada Tuhan melainkan Aku! Sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku".
( QS.Taha:14 ).

Sahabat sahabatku,

Allah memerintahkan supaya mendirikan sholat.
Maka,
Si hamba berdiri mengerjakan sholat.
Dalam suasana tong kosong yang berlobang, apa juga suasana sholat yang Tuhan karuniakan itulah yang zahir padanya.

Bagaimana kedudukan sholat pada sisi Tuhan begitulah yang nyata pada si hamba.

Allah Ta'ala mengatakan :
Sholat itu adalah mengingat kepada-Nya, maka yang ada dalam sholat itu adalah ingatan kepada-Nya. <---> seperti yg dikatakan dalam (QS.Taha :14)

Sahabatku,

Jika kesadaran terhadap diri sendiri sudah tidak ada, si hamba hanya menjadi ‘yang menyaksikan’.
Si hamba sudah ‘tidak ada’ untuk ingat kepada Allah Ta'ala. Oleh itu ‘yang ada’ adalah Allah Ta'ala yang ingat kepada Diri-Nya sendiri.
Si hamba sudah ‘tidak ada’ untuk mengerjakan sholat, ‘yang ada’ adalah Allah Ta'ala dan sholat itu adalah :
“Puji-pujian Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada Diri-Nya.”

Pada ketika si hamba berada dalam suasana ‘dirinya tidak ada’.
Dia mengalami suasana “KeESAan Allah Subhannahu wa Ta'ala.”

Dalam majlis keEsaan, tidak ada dua.
Tidak ada yang ada dalam majlis keEsaan-Nya melainkan Dia.
Dia yang memuji Diri-Nya.
Pujian Allah kepada Diri-Nya adalah kelezatan yang paling lezat ,dan kebahagiaan yang paling bahagia, melebihi apapun yang ada di bumi, di langit dan di syurga.

Dalam sekejap, hati si hamba diizinkan menikmati kelezatan dan kebahagiaan yang maha agung itu dalam suasana dirinya ‘tidak ada’, yang ada hanyalah Yang Maha Esa.

Siapakah yang layak mendampingi-Nya melainkan Diri-Nya sendiri ?

Siapakah yang layak berhadapan dengan-Nya melainkan Diri-Nya sendiri ?

Siapakah yang layak berkata-kata dengan-Nya melainkan Diri-Nya sendiri ?

Siapakah yang layak mendengar ucapan-Nya melainkan Diri-Nya sendiri ?

Dalam Majlis KeEsaan yang ada hanyalah Yang Maha Esa.

Allah Subhannahu wa Ta'ala mengizinkan sebagian daripada hamba-hamba-Nya mendapat pengertian tentang “Allah Maha Esa” melalui pengalaman kerohanian ketika hamba-hamba tersebut hilang perhatian dan kesadaran kepada sesuatu, kecuali Allah Subhannahu wa Ta'ala Yang Maha Esa.

Apa yang berlaku kepada si hamba pada ketika itu seolah-olah Tuhan berkata:
“Aku cabutkan dirimu dalam sekejab, untuk Aku masukkan suasana keesaan-Ku agar engkau mengenali keesaan-Ku.”

Pemberhentian/Persinggahan XIII:

Yang nyata sudah ghaib. Yang ghaib sudah hilang.
Tiada lagi kenyataan dan yang menyatakan.
Tiada lagi ilmu untuk membahaskan.
Tiada lagi penyaksian untuk menyaksikan.
Tiada lagi cahaya untuk menerangkan.
Tiada lagi kewujudan untuk membuktikan.
Alam perasaan dan rujukan sudah tiada.
Tiada atas tiada bawah.
Tiada depan tiada belakang. Tiada kanan tiada kiri.
Tiada ruang tiada zaman.
Tiada siang tiada malam.
Tiada panjang tiada pendek. Tiada jauh tiada dekat.
Tiada perpisahan tiada penyatuan.
Tiada persamaan tiada perbedaan.
Tiada perkaitan dengan wujud.
Tahu berkamil dengan tidak tahu.
Kenal berkamil dengan tidak kenal.
Itulah Allah, Rabbil ‘Izzati!

Benteng keteguhan-Nya tidak mungkin diruntuhkan!

“Sesungguhnya Engkau adalah Allah yang aku saksikan dengan mata keyakinan, bukan dengan mata zahir, bukan dengan mata ilmu dan bukan juga dengan mata makrifat.
TIADA HURUF, TIADA SUARA, TIADA RUPA, TIADA WARNA, TIADA CAHAYA,

karena,

Sesungguhnya Engkau adalah: TIADA YANG SERUPA DENGAN-NYA.

Wallahu a'lam.

Semoga memahami makna yang disampaikan dgn hikmah yang baik dihati.

Barakallah.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer