"DUA KALIMAT SYAHADAT"

"DUA KALIMAT SYAHADAT" 

(Jika bermanfaat pahami dan resapilah makna yg ada,jika bnyk mudharatnya buat diri,abaikan saja hal yg disampaikan ini ya).^^

Sahabat-sahabatku,
Kali ini,makna dua kalimat syahadat yg akan dijelaskan adalah berdasarkan Tafsiran Kalimat Tauhid Berlandaskan Sifat 20.^^

Kalimat pertama (لا)

Mengikut pengertian makrifat, tafsirannya lebih memberi tekanan kepada pengertian rohani dan pengertian dalam bahasa jiwa.

Sahabat-sahabat,
Bagi mereka yang mengenal Allah (makrifat), menafsirkan perkataan :
"Laa"
bermaksud : tiada.

Bermaknanya disini bahwa :
tidak ada alam, manusia, binatang, tumbuhan, dunia, langit dan tidak ada seluruh makhluk. Tidak ada bukit, bulan,matahari, bintang, gunung,tumbuh-tumbuhan, lautan atau daratan, tidak ada dan tidak wujud.hanya Allah yang wujud.^^

Kalimat kedua (اله)

Perkataan (اله) (isbat), yang bermaksud : ada (wujud).

Maknanya disini bahwa :
kalau tadinya bahwa diperingkat "لا" kita tolak dan kita nafikan segala kewujudan makhluk dan hanya Allah saja yang wujud. Kini diperingkat "اله" kita dikehendaki adakan dan wujudkan semula barang yang telah kita tolak, nafi, buang atau yang telah kita binasakan.^^

Maksudnya disini bahwa: diadakan semula sifat alam, manusia, binatang, tumbuhan, dunia, langit, bukit, gunung, lautan dan daratan semuanya ada.
Ada matahari, bulan, binatang, awan, ayam, kerbau dan adanya segala makhluk.

Sungguhpun begitu, haruslah diingat oleh kita semua ,bahwa: wujudnya makhluk di dalam kalimat اله itu, hanya sekedar dalam bentuk 'wajah' Allah, yaitu dalam bentuk bayang dan nama panggil-panggilan saja dan bukannya dalam bentuk wujud hakiki yg sebenarnya.

Wujud yang sebenarnya itu adalah :
hanya Allah Ta'ala saja.

Kita sebagai makhluk Allah, kewujudan kita hanyalah sekedar berupa bayang, yaitu sekedar berupa wajah yang tidak kekal dan tidak mutlak, Pada perkiraan dan suluhan melalui pelita makrifat.^^

Wujudnya makhluk itu, hanya dalam bentuk perkhabaran atau dalam bentuk seumpama bayang-bayang saja, yang tidak wujud pada kenyataan sebenarnya.
Mengikut suluhan pelita makrifat, hanya Allah saja yang wujud pada kenyataan yg sebenarnya.

Itulah Sahabat sahabatku,
makanya apa yang kita lihat itu, akan terpandang 'wajah' Allah.

Jika kita melihat alam, kita akan nampak Allah,jika lihat gunung, nampak Allah dan bila melihat pada sekalian makhluk,akan terlihat Allah meliputinya.

Inilah konsep perkataan kalimat اله yang menjadi pegangan bagi mereka-mereka yang berpandangan makrifat.

Kalimat ketiga (الا)

Perkataan "الا" tafsiran mengikut suluhan ilmu makrifat berarti: kecuali atau melainkan ( selain dari Allah).
Maksud melainkan atau berkecuali itu pula adalah: merujuk kepada ketiadaan makluk.
Manakala maksud sifat makhluk itu pula, adalah merujuk kepada binasa, binasa dalam wajah Allah, itulah tafsiran kalimat الا mengikut suluhan pelita ilmu makrifat.

Bermakna disini bahwa :
sifat makluk itu sifat berkecuali atau sifat yang "tidak termasuk" dalam sifat Allah.
Perkara yang lain selain dari Allah itu, hendaklah berkecuali (tidak termasuk) daripada wujud Allah, jika ia ada atau wujud sekalipun, wujud dan adanya itu, hanya sekedar dalam bentuk bayangan wajah Allah.

Sahabatku,
Kalimat Illallah bermaksud bahwa:
yang lain selain dari Allah itu tidak ada, tidak bermakna, tidak bermaksud, tidak berfungsi, tidak berarti, tidak wujud, tidak memberi kesan, tidak ujud dan tidak maujud.
Kecuali yang bersifat ujud (ada), wujud (menjadi), maujud (dijadikan),terzahir, terlihat, terpandang,tertilik, tersilau itu hanya Allah semata-mata.

Bahwa, kalimat Laa bermaksud: tidak ada makhluk.
kalimat "illa ha" bermaksud :
ada makhluk ( berwajah Allah ), kalimat "illa" bermaksud: berkecuali,yaitu semula makluk itu bersifat tidak ada ataupun bersifat ada, semua itu bagi merujuk kepada Allah (itulah maksud berkecuali).
Manakala kalimat Allah merangkumi dan meliputi semua, meliputi perkara yang tidak ada dan meliputi perkara yang ada. Meliputi yang tidak nampak dan yang nampak dipandang.

Sahabatku,
Apabila kalimat Tauhid itu dicantumkan,maka akan bermakna :
tidak ada wujudnya makluk dialam ini melainkan Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Ringkasnya Sahabat, dapatlah diterjemahkan bahwa:
"TIADA YANG LAIN DAN ADANYA YANG LAIN ITU, ADALAH JUGA ALLAH".

Jika diringkaskan lagi,maka akan berbunyi :
"TIADA DAN ADA ITU HANYA ALLAH"

Sahabat-sahabatku yg Insya Allah sll dlm Ridha Allah Ta'ala.
Fahamilah baik-baik makna dari kata yang sedikit itu.

Tidak ada yang lain dan adanya yang lain itu adalah juga merujuk kepada Allah Ta'ala.

Bermaknanya disini bahwa:
yang tidak terpandang, tidak terlihat dan yang tidak ternampak itu, adalah juga Allah (wajah Allah).

Sahabat,
Inilah pengertian kalimat tauhid dalam syahadat menurut kaca mata dan suluhan ilmu makrifat.^^

Apakah Maksud Kalimat Rasul (Muhammad Rasul Allah) ?

Sahabat-sahabatku,
Tafsiran kalimat Rasul "Muhammad Rasul Allah" itu membawa pengertian bahwa: Muhammad itu adalah pesuruh (Rasul) Allah.

Pesuruh bermakna :
orang yang ditugaskan, hamba suruhan, wakil atau kuli.^^

Bermakna diri kita juga adalah termasuk hamba Allah yang ditugaskan,disuruh,diperintah dan sebagai kuli Allah Ta'ala.^^

Sahabat,
Walaupun kita bukan Nabi ataupun Rasul, tetapi kita juga adalah pesuruh Allah (orang yang diperintahkan).
Kejadian makhluk, semua makhluk itu adalah juga merupakan orang yang diperintahkan, kuli, hamba atau orang suruhan Allah.^^

Sahabat-sahabatku,
Junjungan besar kita Muhammad Shallallahu'Alaihi Wasallam bin Abdullah bin Abdul Mutalib adalah :
merujuk kepada Rasul kita.
Nabi Besar junjungan kita selaku penghulu, selaku ketua, dan pembimbing kita.^^

Manakala selaku Rasul (pesuruh) pula, Baginda Rasulullah juga merupakan seorang hamba Allah sebagaimana kita, selaku orang yang kena perintah,ditugaskan,disuruh, kuli, wakil dan sebagai orang suruhan Allah Ta'ala.

Janganlah hendaknya kita lupa bahwa :
makhluk keseluruhannya termasuk diri kita sendiri, adalah tergolong dalam golongan orang yang kena perintah, kuli, orang suruhan, yang ditugaskan dan orang yang disuruh patuh, taat pada Allah Ta'ala.

Sebagai kuli yang disuruh-suruh, apabila diperintahkan Allah supaya sakit, kita pasti akan sakit, disuruh hidup, kita pasti akan hidup, disuruh lumpuh, kita pasti akan lumpuh dan disuruh mati, kita pasti akan mati.^^

Hidup dan matinya kita ini, adalah selaku kuli dan orang yang kena suruh, kena perintah dan kuli Allah. Selaku kuli, kita diwajibkan patuh dan ta'at dengan perintah majikan.yakni Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Sahabat,
Inilah pengertian pesuruh (hamba yang kena perintah).

Tapi Ingat !
Jgn disesatkan makna tsb dan disalah pahamkan,hingga kita mengaku bahwa kita ini Nabi atau Rasul. TIDAK BEGITU !!!

Kita ini tetap makhluk biasa, abdi, kuli dan hamba Allah Subhannahu wa Ta'ala !

Sahabat-sahabatku,
Apabila kita menterjemahkan kalimat Rasul itu atas diri kita, jadilah diri kita ini, seorang hamba Allah, kuli Allah, orang yang kena perintah, orang yang kena suruh (pesuruh). Selaku orang yang kena perintah, kita hendaklah sadar dan insaf, bahwa diri kita ini, semestinya tidak memiliki kuasa, upaya, kudrat, hak dan tidak memiliki kepentingan dalam mentadbir hidup ini.

Terserahlah segala-galanya kepada majikan kita. Hitam kata majikan hitamlah kata kita, putih kata majikan, putihlah kata kita.
Jika Allah memerintahkan kita supaya jatuh miskin, walau setinggi manapun kekayaan kita, akhirnya kita akan miskin juga. jika Allah berkehendak kita menjadi seorang kaya, sudah pasti suatu hari nanti kita akan menjadi kaya.
Begitulah nasib dan tugas seorang kuli dan orang yang kena perintah (pesuruh).^^

Sahabat,
Pahamilah.
Bahwasanya Diri kita ini adalah selaku orang yang kena perintah atau hamba kuli.
Maka dari itu,
Sebagai orang yang disuruh, kita hendaklah ta'at dan patuh dengan apa yang telah diperintah dan apa yang telah dilarang Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Sahabat-sahabatku,
Untuk mengenal Allah melalui kalimat syahadat, kita hendaklah menghayati terjemahannya dengan teliti. ^^

Kalimat syahadat bila diterjemahkan dengan tepat,maka maknanya bermaksud :
"TIADA DAN ADA ITU HANYA ALLAH (لااله الا الله), terjemahan makrifat, ianya membawa maksud bahwa semula makluk ini ada (wujud) ataupun tidak ada (tidak wujud), Allah tetap ada.
Tidak ada lagi wujud makhluk, selain yang wujud itu hanya Allah Ta'ala, inilah terjemahan kalimat tauhid mengikut makrifat.^^

Muhammad pesuruh Allah "محمد روسول الله" Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa makrifat, ianya bermaksud :
orang suruhan, orang yang ditugaskan, kena perintah, kena paksa, kena dipekerjakan, diabdikan dan diperhambakan oleh Allah Ta'ala.

Sahabat-sahabatku,
Ada bbrp golongan mengaku yang dirinya sebagai Nabi dan mengaku dirinya Tuhan.

Dakwaan begini adalah dari kalangan mereka-mereka yang tidak berilmu makrifat (mengenal Allah), tidak mengenal diri dan tidak menghayati pengertian dua kalimat syahadat.^^

Bagi mereka-mereka yang menghayati pengertian syahadat, ia bukan saja mentafsir syahadat melalui ilmu syariat saja, tetapi mentafsir juga melalui ilmu makrifat.^^

Golongan syari'at mentafsir syahadat melalui apa yang tersurat,
Sedangkan golongan makrifat mentafsir melalui apa yang tersirat.

Tafsiran melalui ilmu makrifat, akan lebih memandang dari makna yang tersirat dan yang tersurat, bukannya memandang apa yang tersurat saja sebagaimana tafsiran ilmu syariat.^^

Sahabatku,
Jika ilmu kita masih berada pada tahap syariat, janganlah hendaknya menolak ilmu yang berada pada tahap makrifat.apalagi sampai mencela dan menghina bahkan memvonis sesat ilmu makrifat tsb .^^

Pahamilah sahabatku,
Makrifat itu tasawuf (berpandangan jauh dan berpandangan dalam).

melihat buah butir ilmu melalui ilmu kasyaf, bukannya melihat pada butir ayat yg ada didepan mata, tetapi ,
melihat buah butir pada makna yang tersirat dibalik huruf huruf dalam ayat tsb.^^

Tafsiran melalui ilmu makrifat, akan memberi lebih kefahaman, menjiwai, syahdu, mendalam dan memberi kesan kepada hati kita.
Sebab,Tafsirannya amat menyentuh hati, menjiwai,sehingga dapat mengetuk pintu zuk.

Sahabat,
Orang makrifat itu, begitu menghayati dan menjiwai kalimat syahadat melalui kasyaf maka dirinya akan berlinangan air mata.^^

Ketika membaca kalimat syahadat didalam tahyat sewaktu Sholat, apakah sebabnya kita menegakkan/meluruskan jari telunjuk ???

Bagi mereka yang berpegang kepada makrifat, bukan saja jari telunjuk yang bergerak, sebenarnya seluruh anggota tubuh mereka juga turut bergerak.^^

Sahabatku,
Gerak itu adalah bagi memperlihatkan sifat kebesaran Allah atas diri kita.
Yang turut bergerak itu bukan saja anggota jari telunjuk atau anggota zahir, tetapi yang lebih utama dan yang lebih penting itu adalah :
gerak dan getaran jiwa makrifat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Gerak jari telunjuk bisa saja dibuat-buat, sedangkan yang hendak digerakkan itu adalah gerak dan getaran sentuhan jiwa makrifat kepada Allah, yang hanya dapat bergetar apabila hatinya tersentuh melihat wajah Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Getaran dan sentuhan rohani orang makrifat kepada Allah itu, bukannya dizahirkan dengan bergeraknya jari telunjuk, tetapi getaran jiwa itu terzahir, bila sentuhan tasdiq kalimat syahadat dapat masuk ke dalam jiwa, yang turut terucap dan terjawab dengan linangan air mata.^^

Sahabat-sahabatku,
Bagi siapa saja yang mengenal Allah, jika tiba pada bacaan kalimat syahadat, segala kelakuannya akan terhenti dengan sendirinya.
Terhenti lidahnya dari melafazkan perkataan lain.

Kadang-kadang dapat menghentikan bacaan ayat Al-Quran ketika Sholat, terdiam sediam diamnya dlm kekosongan,karena karam hatinya dalam zuk kalimat syahadat,yang mampu membantu ibadah dan membeku segala hukum syara'.

Sahabatku,
Inilah artinya syahadat dalam wajah yang tinggi.
Ketinggian zuk dalam syahadat itu, selalunya diiringi dengan air mata.
Akal diketika itu, tidak lagi mampu mengawal hati yang sedang bergetar dengan syahdu menilik wajah Allah dalam tasdiq kalimat syahadat.
Inilah gerak yang benar-benar gerak, yang menggelegar getar dan menggerakkan seluruh lubuk hati kita, bukan sekedar menggerakkan jari telunjuk saja.

SIAPAKAH SAKSI DAN MENYAKSIKAN UCAPAN KALIMAT SYAHADAT ?

Sahabat-sahabatku,
Sewaktu melafaz dua kalimat syahadat, kita dikehendaki menghadirkan dan mengadakan saksi. Barulah lafazan kita itu diterima, jika kita melafazkan dengan tidak ada saksi, seumpama lafaz seekor burung beo dan seumpama lafaz dari sebuah radio kaset.
Lafaz kita itu tidaklah ubahnya seperti lafaz yang keluar dari bibir seorang anak-anak yang belum akil baligh.^^

Sahabatku,
Sebelum kita melafazkan kalimat syahadat, terutamanya didalam sholat, kita dikehendaki menghadirkan dan menyatakan wajah Allah terlebih dahulu didalam hati.
Setelah wajah Allah itu benar-benar hadir didalam lubuk hati kita, barulah dua kalimat syahadat yang kita ucap itu, ada nilai, ada makna, dan ada yang menyaksikannya.

Jika Allah tidak dapat kita hadirkan, kepada Tuhan mana hendak kita persaksikan syahadat kita sahabat-sahabatku?

Tafakurlah dlm diammu memahami makna ini.^^

Siapakah saksi dan siapakah yang menyaksikan di kala kita melafazkan kalimat syahadat ?

Yang bersaksi (melafaz) kalimat syahadat kita itu adalah roh, saksinya Allah Ta'ala sendiri, dan yang menyaksikannya atau selaku pemerhatinya adalah anggota zahir dan makhluk alam seluruhnya.

Oleh itu sahabatku,
sebelum bersyahadat, kita dikehendaki menghadir dan menzahirkan wajah Allah terlebih dahulu, sebagai saksi ucapan syahadat kita.
Barulah ucapan kita itu,dapat dikatakan dilafaz melalui saksi.

Sahabatku,
Jika kita tidak dapat menghadirkan Allah sebagai saksi, siapa lagi yang hendak menjadi saksi kita?

Tidak sah sebuah kesaksian (perjanjian) bila kita yang melafaz, kita yang menjadi hakim dan kita juga yang menjadi saksinya.^^

Pahamilah Sahabatku,
Bahwasanya,Syahadat yang sah dan yang diterima Allah itu adalah :
Syahadat yang disertai dengan saksi.

Saksi syahadat kita itu adalah Allah sendiri, tidak ada perantaraan dengan yang lain selain Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Sahabatku,
Seandainya kita tidak mengenal Allah, bagaimana untuk dapat menghadirkan Allah kedalam hati, sebagai saksi?!

Seandainya kita tidak mengenal diri, bagaimana pula untuk menghadirkan roh, bagi menyaksikan perjanjian syahadat kita, ketika mulut melafazkan syahadat ?

Sahabatku,
Sebagai orang Islam janganlah kita ambil mudah ,menganggap gampang dan memandang ringan tentang syahadat ini, ianya adalah payung kepada segala ibadah.

Apabila kedua-duanya tidak dapat kita hadirkan ketika bersyahadat atau ketika kita Sholat, apalah artinya sebuah kalimah syahadat dan apalah maknanya sebuah ibadah Sholat???

Maka dari itu Sahabatku,
Cobalah ajukan pertanyaan ini kepada diri kita sendiri, apakah ucapan kalimat syahadat dan Sholat kita itu, sudah dihadiri oleh wajah Allah dan roh?.
Jika jawabannya memihak kepada tidak, apalah artinya, gunanya dan nilainya sebuah syahadat atau sholat kita itu, tanpa kehadiran keduanya ?!

Renungkanlah,tafakurlah Sahabat.

Seandainya kita tidak mengenal Allah, kita tidak akan dapat memahami apa artinya sebuah kalimat tauhid ( لا اله الا الله).

Manakala seandainya kita tidak mengenal diri, kita tidak akan dapat memahami arti sebutan kalimat rasul (محمد روسول الله).

Pokok pangkalnya di dalam seluruh ucapan kalimat syahadat yang kita lafazkan itu, ianya memerlukan kepada perkara mengenal Allah dan Rasul-Nya terlebih dahulu.
Barulah segala ibadah dan segala ucapan yang kita lafazkan itu, penuh makna dan penuh arti serta diterima Allah Ta'ala.

Apabila kita melafazkan ucapan dua kalimat syahadat atau sholat, hati kita hendaklah terlebih dahulu menghadirkan Allah. Setelah Allah itu hadir dengan nyata dan jelas dihati kita, barulah lafaz kita itu dianggap sah dan disertai sekali dengan saksi dan yang menyaksikannya.
Barulah syahadat kita itu, diakui benar oleh Allah Ta'ala.

Sahabatku,ketahuilah!
Kita tidak perlu menghadirkan orang lain selain Allah bagi menjadi saksi dalam berkalimat syahadat.
Antara kita dengan Allah, tidak ada hijab, dinding, tembok,tidak ada perantara.
Segala makhluk tidak layak untuk menjadi saksi lafazan kalimah syahadat, melainkan Allah sendiri.

Bagaimana untuk menzahir dan menghadirkan Allah kedalam hati kita ?!

Cara dan kaedah untuk menzahir dan menghadirkan wajah Allah ke dalam hati adalah dengan belajar ilmu mengenal Allah (ilmu Makrifat).^^

Manakala sewaktu kita melafazkan kalimat rasul ( محمد روسول الله) kita dikehendaki mengenal diri (mengenal roh) terlebih dahulu.
Bagi yang tidak mengenal diri, bagaimana untuk menzahir dan menghadirkan roh untuk bersaksi (berjanji) ?
Bagi siapa yang tidak menghadirkan roh, siapakah lagi yang layak untuk menyampai dan mengucapkan kalimat syahadat kita kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala?

Anggota zahir seumpama bibir mulut, hanya selaku pemerhati atau selaku menyaksikannya saja, tidak lebih dari itu.

Apalah yang ada pada kita, selaku hamba abdi yang fakir lagi daif untuk menjadi saksi lafaz kalimat Allah yang maha tinggi?

Cobalah kita gerak-gerakkan bibir orang yang sudah mati, anggota orang mati itu dapat bergerak jika ianya digerakkan, nah,
sebegitu jugalah taraf dan kedudukan diri kita selaku seorang hamba Allah, selaku abdi dan selaku kuli yang fakir. Sudah tentu tidak layak menjadi saksi dan bersaksi dengan Allah, dalam melafazkan kalimat syahadat.^^

Yang melafazkan ucapan kalimat syahadat itu adalah diri rohani (roh) yang berkedudukan tinggi, dan bukan lafaz dari sifat anggota diri jasmani yang berkedudukan rendah lagi kotor, apa lagi ,
dari seorang diri yang tidak kenal diri dan mengenal Allah Ta'ala.

Diri jasmani tidak ubah seumpama diri orang mati, yang tidak berkuasa melafazkan kalimat Allah Yang Maha Tinggi. Yang akan menyambut kalimat itu nantinya adalah dari kalangan yang tinggi kedudukannya. ^^

Apabila yang menyambutnya berkedudukan tinggi, semestinya yang melafazkannya juga, seharusnya dari kalangan yang berkedudukan tinggi juga.

Rohani (roh) kitalah sebenarnya yang melafazkan kalimat syahadat yang maha tinggi itu.

Sahabat,perlu diperhatikan!

Kalimat syahadat yang kita lafaz itu, bukan sekedar main-main atau sekedar lafazan dari seekor burung beo atau dari bibir mulut seorang yang hanya tahu menyebut saja.

Apabila kedudukan yang melafaz itu berada pada kedudukan tinggi, barulah yang berkedudukan tinggi juga akan menyambutnya.
Yang menyambut syahadat kita itu adalah Allah Ta'ala sendiri.^^

Setiap kali syahadat yang disebut, setiap kali itu juga bergelegarlah tiang arasy.

Seandainya tiang arasy Allah yang menjadi pasak bumi dapat bergetar hebat jika mengucapkan kalimat syahadat, bagaimana pula hati kita yang lembut ?
Sudah tentu bergelegaran,gemuruh, bergetaran, karena sentuhan lafaz kalimat syahadat itu teramat hebat menghujam ke dinding hati.^^

Sahabat-sahabatku,
Tidak ada yang dapat menggetar kan tiang arasy Allah melainkan kalimat syahadat.

Letusan gunung berapi dan gema malaikat Isrofil sewaktu meniup trompet sangkakala di hari kiamat, tidak sedikit pun dapat menggetarkan arasy, melainkan hanya kalimat syahadat dari hamba-hamba-Nya yang mengenal Allah-lah yang mampu.
Begitulah besar, tinggi, hebat serta dahsyatnya ucapan kalimat syahadat itu Jika ianya dilafaz dengan pengetahuan ilmu mengenal Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Sehingga ianya dapat menggetar dan menggoncangkan pintu hati dengan rasa yang amat hebat dan dahsyat.

Sahabatku,
Kalimat syahadat yang keluar dari suara kita, janganlah sama dengan suara yang keluar dari pita kaset dalam Tape atau dari kotak suara atau dari seekor burung beo.^^

Sahabat-sahabatku yang insya Allah sll dlm Ridha Allah Ta'ala.
Untuk membedakan lafaz kita itu berbeda dengan lafaz anak-anak yang belum akil baligh atau lafaz burung beo, kita hendaklah mengenal diri (roh) dan mengenal Allah Ta'ala.
Barulah lafaz kita itu benar-benar lafaz kalimat syahadat yang sebenar-benarnya berbeda dari mereka yang tidak mengenal Allah Ta'ala.
Barulah lafaz syahadat kita itu ada saksi, bersaksi dan ada yang menyaksikannya.^^

Ketahuilah Sahabatku,
Bahwasanya,Kalimat syahadat itulah yang dapat membedakan apakah kita itu benar-benar seorang Islam atau tidak.

Apabila benar dalam bersyahadat, maka akan benarlah juga menjadi seorang islam muslim yang beriman.

Yang bersyahadat, yang berjanji dan yang bersaksi itu adalah roh. Yang menjadi saksi dan yang menerima penyaksian kita itu adalah Allah sendiri, tanpa ada makhluk sebagai perantaraannya.

Adapun anggota tubuh dan makhluk sekalian alam ini hanya bertindak selaku pemerhati dan selaku menyaksikannya saja.

Apakah Maksud Kalimat " لا " (nafi) dalam syahadat ?

Maksud perkataan nafi dalam istilah bahasa adalah bermaksud tidak, menidakkan, tidak mengaku atau menolak.

Mengikut hukum syara' perkataan "لا " adalah membawa maksud "Nafi" (menolak).
Yaitu:
menolak atau menafikan ujud yang lain selain ujudnya Allah Subhannahu wa Ta'ala semata-mata.

Mengikut pengajian ilmu makrifat, perkataan "لا " dalam kalimat syahadat itu bermaksud: menolak adanya sifat yang lain selain Allah Ta'ala.

Maksudnya disini adalah :
bahwa kita menolak segala sifat-sifat yang ada dan sifat-sifat yang nyata dihadapan kita dengan mengaku bahwa sifat yang ada dan yang terzahir dihadapan kita ini, sesungguhnya tidak ada dan tidak wujud, melainkan semuanya adalah wajah Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Wujudnya sifat yang lain selain dari sifat sifat Allah Subhannahu wa Ta'ala itu adalah palsu, kosong dan binasa.

Sifat wujud hanya ada pada sifat Allah, sifat wujud hanya berlaku dan terjadi pada diri yang Esa,yaitu Allah Subhannahu wa Ta'ala saja.

Sifat-sifat yang lain selain dari sifat Allah itu adalah tidak ada dan tidak wujud (jika wujud sekalipun, ianya cuma bayang). Kalimat "لا " atau kalimat "nafi" adalah sifat yang tidak dikeranakan dengan suatu karena, yaitu :
sifat yang tidak bergantung atau menumpang kepada apa-apa dan kepada sesiapapun.

Sifat yang wujud (ada), ujud (terzahir) dan yang maujud (dijadikan), semua itu adalah merupakan sifat Allah Subhannahu wa Ta'ala, makhluk lain tidak dapat dan tidak boleh memakai sifat-Nya.

Sifat wujud adalah sifat mutlak bagi Allah, yang tidak boleh terjadi pada makhluk lain selain-Nya.

Sahabat,
Diri kita yang terzahir ini, hendaklah dibinasa, dihapuskan dan dimatikan.
Nafi dalam artikata mati sifat, mati perbuatan (perangai) dan mati nama.
Mati seluruh jasad anggota diri kita. dapatlah dikatakan bahwa diri kita ini sebenarnya sudahpun mati, mati dalam wajah Allah Subhannahu wa Ta'ala.^^

Pahamilah Sahabat,
Tidak ada sifat makhluk dan tidak ada sifat diri kita, melainkan semua itu adalah milik Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Makhluk alam dan makhluk manusia seperti diri kita ini sebenarnya tidak ujud (ada), tidak wujud (yang menjadikan) dan tidak maujud (yang dijadikan) sama sekali.

Jika wujud sekalipun, anggaplah ujudnya itu seumpama ujudnya bayang-bayang yang bergantung kepada tuan yang empunya bayang.^^

Dimana Letaknya Kalimat "لا" Atas Diri Kita ?

Kalimat "لا" atau nafi diatas diri kita adalah terletak kepada perkara binasa.
Yaitu :
dengan cara menolak, menafi dan menidakkan ujudnya sifat yang lain selain Allah Ta'ala.

Maknanya disini adalah :
bahwa wujudnya diri kita dan wujudnya alam ini seluruhnya, hendaklah ditolak semula kepada Allah.
Apabila sudah kita tolak, buang, nafi dan menidakkan yang lain selain Allah, maka disitulah letaknya kalimat "لا " atas diri kita ini.
Yaitu terletak atas sifat nafi.

Bagaimana Pegangan (Iktikad) Kita Terhadap Kalimat Nafi ?

Iktikad pada kedudukan nafi adalah berlainan dengan iktikad pada kedudukan nafi dan iktikad pada kedudukan isbat pula berbeda dengan iktikad pada kedudukan diperingkat kalimat Allah.
Ketiga-tiga kalimat di atas adalah berlainan tahap kedudukan iktikadnya.

Sahabatku,
Di dalam menuntut ilmu makrifat, kita dikehendaki mengikut tertib atau aturan yang mana dulu dan yang mana kemudian, supaya bisa memperoleh manfaat.^^

Pada tahap kalimat nafi yaitu pada awal permulaan bertasdiq (beriktikad), kita dikehendaki supaya mengaku bahwa makhluk seluruhnya termasuk alam dan diri kita sendiri, belum lagi terjadi atau belum lagi wujud. Yang ada pada peringkat ini hanya Allah Subhannahu wa Ta'ala saja.

Peringkat ini adalah peringkat Kosong gelap
hampa dan ghaib.
Yang ada, yang wujud, ujud dan yang maujud pada peringkat dan ketika ini adalah hanya Allah semata-mata tanpa makhluk disampingnya.

Tasdiq hati (iktikad di hati), sewaktu berkedudukan pada tahap kalimat "لا ", kita dikehendaki menafi, menolak, membuang,dan membinasakan yang lain selain Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Di peringkat ini kita dikehendaki beriktikad dan mengaku bahwa segala kehidupan dilaut dan didarat, seolah-olah belum lagi terjadi, terzahir dan belum lagi wujud.
Iktikad dihati kita sewaktu berada diperingkat nafi atau pada kalimat "لا" bahwasanya alam, surga, neraka, dunia, akhirat dan sebagainya belum lagi ada atau belum lagi terzahir.
Ketika diperingkat nafi, kita dikehendaki mengibaratkan seolah-olah alam ini masih di dalam keadaan gelap tanpa cahaya wajah Allah.
Nur Allah ketika diperingkat nafi, seumpama belum lagi bercahaya menerangi alam, yang menyebabkan segala yang kita pandang kelihatan seumpama gelap dan tidak bercahaya.^^

Di saat itu, hanya wajah Allah saja yang kita lihat terang.
Pada saat itu juga, hanya wajah Allah akan senantiasa terpandang, walau pun dunia ini gelap ditimpa gerhana.
Sekali pun mata kita ditutup dan buta, namun wajah Allah akan tetap dapat kita lihat.^^

Nur Allah akan hanya bercahaya menerangi alam, apabila berada pada kedudukan kalimat isbat.

Pada waktu kedudukan kalimat nafi, alam ini seumpama belum lagi bercahaya dan belum lagi terzahir.
Anggaplah seumpama alam dan diri kita akan terzahir sewaktu sampainya kita kepada tasdiq (iktikad) diperingkat kedudukan kalimat isbat.

Iktikad kita pada tahap ini, seumpama diri kita ini belum lagi wujud.
Inilah yang dikatakan iktikad nafi "لا" dalam kalimat syahadat, yaitu :
mengaku bahwa semua selain Allah adalah kosong, kosong pada fikiran dan kosong juga pada kenyataan (realitas) yang bahwasanya alam ini belum wujud dan belum terzahir.
Yang wujud dan yang terzahir pada tahap ini hanyalah gambaran cahaya wajah wajah Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Sahabat-sahabatku,
Kalimat nafi bertujuan mengajar kita supaya mengenal diri, dengan mengosongkan segalanya selain Allah Ta'ala. Ilmu dalam kalimat nafi dapat dibawa dan diterjemahkan kepada diri kita sendiri ,yaitu: menafikan adanya diri kita dan makhluk keseluruhannya.

Kalimat nafi adalah peringkat pengajian ilmu yang membicarakan tentang sifat Allah, namun jangan kita lupa untuk merujuk kepada diri kita sebagai perbandingan.
Inilah pengertian kalimat nafi menurut sudut pandang ilmu makrifat dalam ilmu mengenal Allah dan cara bertasdiq dalam mengucap dua kalimat syahadat.

Sifat 20 Manakah Yang Terkandung Dalam Kalimat Nafi "لا " ?

Sifat 20 yang terkandung dalam kalimat nafi "لا" didalam syahadat ada satu perkara yaitu :

SIFAT WUJUD (ADA) :

Di dalam kalimat nafi "لا", terkandung satu sifat.
Sifat yang terkandung itu dikenali sebagai wujud (sifat 20 yang pertama) .
sifat wujud (ada) di dalam kalimat nafi, tidak dimiliki oleh siapapun selain Allah Subhannahu wa Ta'ala, yang sama sekali tidak dimiliki oleh makhluk.

Memandangkan Allah bersifat wujud, sifat makhluk sudah tentu bersifat tidak wujud dan bersifat tidak ada. Itulah makanya kalimat "لا" (nafi) itu, memberi penekanan kepada perkara menolak, membuang, menafi dan membinasakan makhluk.
Apabila kita sudah membuang dan menolak makhluk, di situlah baru kita akan melihat Allah dalam bersyahadat.

Apabila kita telah melafaz kalimat syahadat "لا" (nafi), bermaknanya disini :
kita sudah mengaku bahwasanya makhluk sudah tidak ada dan sudah tidak wujud lagi pada pandangan hati.
Yang ada itu hanya Allah. Apabila sifat makhluk semuanya sudah tidak ada dan sudah binasa,bagaimana pula dengan sifat diri kita, apakah diri kita juga turut tidak ada ??

Apabila segala sifat makhluk sudah kita hilangkan, nafikan, tolak dan buang, bermaknanya di sini bahwa diri kita juga seharusnya tidak ada.
Apabila diri dan seluruh makhluk alam sudah tidak ada, apakah lagi yang ada, yang tinggal dan yang tersisa ? Apabila diri kita dan seluruh alam sudah binasa, mati dan lebur, yang ada, yang tinggal, yang terbaki dan yang tersisa itu adalah Allah Ta'ala.
Inilah maksud, corak dan kaedah penjelasan yang hendak di ketengahkan oleh ilmu makrifat melalui kalimat nafi.

Dapatkah Sifat Wujud (kalimat nafi) Itu, Dikualiti Atau Dikuantitaskan ?

Satu-satunya sifat 20 yang mewakili kalimat nafi itu adalah sifat wujud.
Allah itu bersifat wujud. Wujudnya Allah itu, suatu sifat yang tidak boleh dipegang dan tidak boleh dilihat melalui mata kasar.
Sungguh pun kewujudan dan kehadiran Allah itu, tidak dapat dilihat dengan mata kasar, namun sebagaimana kita dapat melihat dan merasa kehadiran sifat angin melalui kualitas dan kuantitas dahan pokok yang bergoyang, sebegitulah kita dapat melihat dan merasa kualitas dan kuantitas kehadiran dan kenyataan Allah pada sifat makhluknya.
Kehadiran Allah itu, hanya akan dapat dirasai melalui sentuhan hati yang makrifat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Sahabat-sahabatku,
Allah itu bersifat halus dan ghaib, dengan melalui anggota halus dan ghaib juga, kita dapat melihat yang halus.
Sifat Allah itu adalah sifat yang tidak dapat digambarkan oleh akal fikiran.
Tidak dapat untuk dibuat perbandingan atau perumpamaan.
Perumpamaan yang telah kita ungkap selama ini adalah semata-mata bagi mempermudahkan kefahaman akal semata-mata.

Bagaimanakah Allah itu boleh digambar dan diumpamakan, sedangkan ia bersalahan dengan yang baharu ( LAISA KAMISLIHII SYAIUN).

Sifat Allah itu, tidak memungkinkan diumpamakan dengan sesuatu.
Sifat Allah tidak dapat untuk dikuantitas atau dikualitaskan, sebagaimana sifat makhluknya. Hanya dapat dirasa, melalui kaedah melihat wajah makhluk.

Kewujudan Allah tidak dapat dirasa dengan lidah, tidak boleh diraba dengan tangan dan tidak dapat dicapai oleh akal fikiran.^^

Contohnya kita tidak dapat bayangkan bagaimana Allah itu ada (wujud).
Lemah akal untuk memikirkannya.
Itulah yang menggambarkan betapa mutlaknya sifat wujud Allah Yang Maha Esa.

Apabila sifat adanya Allah itu, diterjemahkan kepada diri kita, berarti kita ini adalah bersifat tidak ada dan tidak wujud.

Apakah Sifat Yang Hendak Kita Nafi, Tolak Dan Hilangkan ?.

Sifat yang hendak dinafi, ditolak dan yang hendak dibuangkan adalah 7 sifat yang ada didalam kalimat isbat.
Inilah sifat-sifat yang hendak dinafikan dari fikiran kita sewaktu bertasdiq kalimat syahadat.

Sahabatku,
Bagi mereka-mereka yang mengenal diri, sifat-sifat tersebutlah yang mereka tolak dan yang mereka nafikan dari anggota tubuh badan mereka. Walaupun ianya sebesar zarah sekalipun, mereka tidak mau sifat-sifat tersebut melekat pada tubuh badannya.

Haram bagi mereka memiliki dan memakai sifat-sifat Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Haram hati mereka beriktikad dan bertasdiq memakai sifat-sifat Allah, malah pada penglihatan dan pandangan hatinya, perkara-perkara yang lain selain Allah itu hendaklah diserahkan kembali kepada Allah Ta'ala.

Sahabat-sahabatku,
Dalam menolak atau menafikan sifat Allah, kita tidak boleh mengEsakan sifat benda-benda yang halal saja, sedangkan perkara-perkara yang haram dan keji adalah juga merupakan makhluk Allah, yang mana semua makhluk Allah itu hendaklah juga dinafi dan dikembalikan juga kepada Allah Ta'ala.

Sahabat,
Cobalah kita tanya kepada diri kita sendiri, bagaimana dengan nasib mereka-mereka yang jahil, jahat dan umat islam yang tidak mengikut perintah islam, kemana hendak kita buang mereka dan kemana hendak mereka tuju, jika tidak kepada Allah Ta'ala ?

Apakah yang keji dan yang haram itu, bukan makhluk Allah ?

Apakah yang alim saja menjadi makhluk Allah ?

Sesungguhnya yang haram, yang halal, yang baik maupun yang buruk, seumpama sifat anjing, kambing, unta, semuanya adalah makhluk Allah, yang semuanya tidak terkecuali dan harus dibinasakan dan dikembalikan semula semuanya kepada Allah (mau itu baik ataupun buruk).

Sifat surga, neraka, dunia, akhirat, zahir, bathin, baik maupun yang jahat, semuanya hendaklah dibinasakan.
Yang kekal abadi hanyalah sifat Allah yang ESA.
Dengan itu ,tidak ada satu makhluk pun yang tersisih atau terpinggir dari kembali kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Dengan itu tidak timbul lagi sifat keledai, unta, kambing, lembu, anjing,dsbnya.
Tidak lagi timbul sifat najis atau suci, haram atau halal, sifat zahir atau bathin dan,
tidak lagi ada sifat aku atau dia, melainkan semuanya kembali kepada zat, sifat, afa'al dan asma' Allah.

Mau sifat itu yang terzahir dan yang tersembunyi, semuanya adalah menjadi milik Allah dan merupakan wajah Allah Subhannahu wa Ta'ala belaka.

Perhatikanlah Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala yang bermaksud :

"Allah pemberi cahaya kepada langit dan bumi..."
(QS.An-Nur : 35).

Bagaimana Cara Untuk Mengembalikan Sifat Nafi Kepada Allah Ta'ala ?

Cara untuk menafi dan cara untuk menolak sifat-sifat di peringkat kalimat nafi dan di peringkat "لا" dalam kalimat syahadat adalah :
dengan cara mengaku dan percaya melalui ilmu makrifat, bahwa barang sesuatu yang terzahir dan yang ternampak disekeliling kita ini, pada hakikat sebenarnya adalah :
tidak ada dan tidak wujud pada realitasnya(kenyataannya).
Yang kita lihat dan yang kita pandang disekeliling kita ini, merupakan bayangan cahaya Allah dan merupakan wajah Allah belaka, yang meliputi sekalian alam termasuklah diri kita sendiri.^^

Sahabat-sahabatku,
Allah jadikan kita adalah semata-mata untuk dijadikan tempat kita memandang sifat Allah, supaya Allah itu dapat dikenal dan dapat dilihat oleh sekalian makhluk.

Allah menzahir dan menampakkan sifat wajah dirinya melalui sifat makhluk dan melalui diri kita sendiri, supaya dengan itu kita semua dapat mengenal Allah melaluinya.

Kita dikehendaki menolak semua kejadian sifat-sifat yang lain selain dari sifat Allah.
Zahir dan wujudnya sifat-sifat diri kita juga, harus kita nafikan, tolak dan kembalikan semula kepada Allah Ta'ala.
Dengan cara menafi dan menolak kewujudan makhluk ,disitulah kita akan nampak penzahiran dan kenyataan wajah Allah di dalam hati kita.

Makhluk dijadikan Allah sebagai tempat memandang sifat-sifat-Nya.
Inilah cara Allah memperkenalkan dan memperlihatkan sifat diri-Nya kepada siapa siapa yang berakal dan berpandangan.^^

Inilah kaedah ilmu makrifat, melalui ilmunya mengajarkan kita bagaimana cara untuk menolak dan menafikan sifat qidam, nafi sifat baqa', nafi sifat mukholafatuhu dan menafikan sifat qiyamuhu binafsih.

Yang mana dengan itu mudah-mudahan bagi siapa saja yang berpandangan, dapatlah ia memandang Allah dan mengenal Allah melaluinya.

Sahabat-sahabatku,
Cara untuk menolak dan cara untuk menafikan ujudnya sifat yang lain selain Allah itu adalah: dengan cara menolak ujudnya makhluk, sifat makhluk seumpama kayu, bukit, tumbuh-tumbuhan, hewan didarat maupun kehidupan di laut, termasuklah jasad diri kita sendiri.
Hendaklah dibinasa dan dikembalikan semula kepada Allah Ta'ala, sehingga semuanya kelihatan dalam wajah Allah yang satu, qidam dan baqa'.

Pengembalian yang lebih dalam dan lebih tinggi lagi, adalah sehingga sampai kepada tahap bahwa:
sifat diri kita ini tidak kekal (baqa'), tidak semula jadi (qidam), tidak boleh hidup sendiri tanpa kuasa Allah (qiyamuhu) ,dan diri kita tidak sama seperti sifat Allah (mukholafatuhu) dan sebagainya.

Semuanya hendaklah dianggap tidak ada, semuanya hendaklah dianggap tidak wujud.
Yang ada dialam ini dan pada diri kita ini adalah penzahiran sifat Allah.
Kejadian sifat kita adalah tidak kekal.
Dijadikan kita dengan ada permulaan dan ada pula akhirnya.
Semua yang ada dialam ini, adalah bersifat tidak serupa dengan sifat Allah dan tidak boleh berdiri dengan sendiri, semuanya memerlukan bantuan dan pertolongan antara satu sama lain, tidak seperti sifat Allah yang tidak perlu ada pembantu dan tidak perlu ada penolong.

Pokok pangkalnya mengaku sajalah yang kita ini telah mati dan tidak wujud. Yang wujud hanyalah Allah Ta'ala.

Inilah cara dan kaedah ilmu makrifat dalam mengenal Allah melalui kalimat nafi.

Kita tolak, nafi, buang dan fana'kan semua kejadian, sehingga sampai ianya menjadi kosong.
kosong pada fikiran dan kosong hendaknya juga sampai ke hati.
Sampai kepada tahap yang dunia ini tidak kelihatan, melainkan yang kita lihat dan yang kita pandang itu, semuanya adalah wajah Allah semata-mata. Yang lain selain wajah Allah Subhannahu wa Ta'ala adalah palsu dan binasa.

Tidak lagi kita pandang kepada makhluk, harta, anak-isteri/suami, uang, sudah senang dan tidak lagi memandang kepada duniawi.

Sahabatku,
Pandangan mereka-mereka yang memahami konsep nafi, menganggap dirinya dan alam dunia ini sudah tidak lagi wujud, yang wujud dan yang ada itu, sudah hancur, binasa dan lebur
Dalam wajah Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Sebagaimana Firman Allah Ta'ala dalam Surah Al-Qaşaş: 88:
"Janganlah engkau menyembah tuhan yang lain selain Allah. Tiada Tuhan yg berhak disembah melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa,kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan,dan hanya kepada-Nya lah kamu semua dikembalikan".

Sahabat,
Begitulah perasaan dan iktikad ahli makrifat di dalam memahami pengertian kalimat nafi dan kalimat "لا" sewaktu ucapan dua kalimat syahadat dilafazkan.

Sewaktu ucapan perkataan dua kalimat syahadat, hati kita hendaklah betul-betul faham dan betul-betul mengerti dengan sepenuh kepercayaan dan sepenuh keyakinan dan beriktikad yang kuat bahwa: segala-gala makhluk sudah tidak lagi ada pada fikiran kita, tidak lagi ada pada hati sanubari kita. Yang ada, yang wujud, yang ujud dan yang maujud itu adalah hanya Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Bagaimana Cara Kita Hendak Berpegang Kepada Kalimat Nafi?

Diperingkat pengajian kalimat nafi, kita dikehendaki beriktikad dan berpegang serta percaya sepenuh hati bahwasanya seluruh alam semesta termasuklah diri kita sendiri ini adalah gelap, alam ini hilang lenyap, alam ini binasa serta terhapus dan tidak ujud (tidak ada) sama sekali dalam pandangan hati.
Yang ada disekeliling kita dan yang wujud di semesta alam ini, hanya wajah Allah saja, semata-mata wujud, yang hidup dan yang berkuasa.

Apabila sifat kita telah binasa, tidak ada, tidak berkuasa, dan tidak hidup, berarti kita sebenarnya telah mati. mati dalm hidup.^^

Orang mati, sudah tentu bersifat binasa, hilang, hancur terbakar dan ghoib dalam wajah Allah Ta'ala.

Anggaplah diri kita diibaratkan sudah mati, mati anggota panca indera, mati kemauan dan mati juga segala cita-rasa.

Empunya anggota zahir dan anggota bathin yang kita dukung selama ini dan yang kita usung kesana kemari, sesungguhnya adalah jasad diri yang sudah mati.
Inilah iktikad, inilah kepercayaan dan inilah pegangan kita semasa melafazkan ucapan kalimat "لا" atau kalimat nafi.
Inilah pegangan dan iktikad kita yang putus dan muktamat sebagai umat yang bertuhankan Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Sahabatku,
Kita yang bersifat baharu atau yang bersifat makhluk tidak layak memakai sifat-sifat Allah dan tidak layak memakai pakaian Allah.
Sifat tersebut adalah sifat hanya bagi Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Jangan sekali-kali kita sebagai makhluk manusia coba coba untuk memakai sifat Allah, jangan sesekali coba memakai pakaian Allah.
Apabila pakaian Allah itu kita pakai, maka akan hancur leburlah sekalian diri kita, hangus terbakar dan akan tenggelam serta karamlah sifat diri kita dalam lautan fana', cahaya wajah Allah.

Inilah cara, jalan dan kaedah ilmu yang ditunjangi oleh ahli-ahli makrifat dalam menterjemahkan hubung-kait kalimat nafi dan kalimat "لا", bagi membinasakan diri dengan tujuan supaya dapat dikembalikannya semula kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala.

URAIAN KALIMAT ISBAT (اله)

Apakah Maksud Kalimat Isbat اله dalam syahadat ?.

1.Mengikut istilah ilmu, isbat artinya mengadakan .
Yaitu :
sifat yang diadakan semula.

2.Pengertian isbat mengikut pandangan ilmu Makrifat artinya "MENZAHIRKAN" atau "MENERBITKAN" sifat yang dizahir atau diterbitkan oleh Allah terhadap makhluk-Nya.
Sifat yang dinampakkan atau sifat yang diperlihatkan untuk diperlihatkan kepada makhluk.

Sahabat-sahabatku,
Sifat isbat itu bersifat menumpang atau sifat pergantungan. Sifat yang disabitkan kepada sabit yang lain atau sifat yang dikarenakan dengan karena yang lain.
Sebab yang disebabkan oleh sebab yang lain.
Itulah pengertian isbat menurut pandangan ilmu makrifat.

Isbat itu adalah suatu sifat yang tidak boleh berdiri sendiri tanpa bantuan dan pertolongan atau pergantungan dengan sifat yang lain.

Sifat 20 Manakah Yang Terkandung Dalam Kalimat Isbat (اله) ?

Sifat 20 yang dikaitkan dengan kalimat isbat adalah seperti berikut:

1. Sifat kudrat - kuasa dengan yang berkuasa.

2. Sifat irodat - kehendak dengan yang berkehendak.

3. Sifat ilmu - ilmu dengan yang berilmu.

4. Sifat hayat - hidup dengan yang menghidupkan.

5. Sifat sama' - dengar dengan yang berpendengaran.

6. Sifat basor - lihat dan yang berpenglihatan.

7. Sifat kalam - kata dengan yang berkata-kata.

Nah,Sahabat,
Sifat-sifat di atas dikenali sebagai kalimat isbat (اله), yang menumpang sifat (الا), sifat yang disabit dengan sabit yang lain (dikarenakan dengan suatu karena), sifat pergantungan itu, seumpama sifat kudrat menumpang dan bergantung kepada sifat kodirun Allah, irodat menumpang dan bergantung kepada sifat muridun Allah, ilmu pula menumpang sifat alimun dan begitulah seterusnya sampai kepada sifat-sifat yang lain.

Pahamilah Sahabatku,
Bahwasanya,Semua sifat yang kita miliki ini adalah kepunyaan Allah belaka.
Oleh karena itu ,
untuk apa disimpan-simpan lagi, serahlah semula kepada Allah Ta'ala,selama kesempatan masih terbuka.

Bolehkah Akal Kita Mengukur Sifat Isbat Melalui Kualitas atau Kuantitas ?

Kalimat nafi merujuk kepada sifatnya wujud, sifat wujud Allah tidak dapat diukur dan tidak dapat dinilai oleh akal, manakala sifat isbat pula ianya dapat diukur dengan pandangan mata, dapat dinilai dengan pendengaran telinga, dapat diraba dengan anggota tangan, dapat digambarkan oleh akal fikiran.

Sifat isbat adalah sifat yang dapat diukur jumlah kualitas dan kuantitasnya.

Dalam peringkat kalimat nafi, semua sifat di dapati tidak dapat dikualitas dan di kuantitaskan, dan ianya tergolong diantara sifat yang tidak nyata.
Manakala dalam peringkat kalimat isbat pula, sifatnya boleh dikualitas, dinyata dan dapat dizahirkan melalui sifat panca indera.

Apakah Perbedaan Antara Sifat Nafi Dengan Isbat ?.

CONTOH 1 :

Sifat nafi itu seumpama sifat sebiji benih pada peringkat permulaan, yang belum terzahir pohonnya (belum bertunas) dan peringkat sebelum ada anggota.

Manakala pada peringkat isbat pula, seumpama benihnya yang sudah tumbuh dan mula menampakkan sifat pohonnya dan peringkat sudah ada jasad.

Di peringkat isbat itu, adalah peringkat diberi peruntukan sifat anggota aleh Allah kepada hamba-Nya.
Sungguh pun begitu, peruntukan yang diberi kepada kita itu, tidaklah berarti diberi secara sepenuhnya, malah ianya diberi secara gambaran wajah saja, bukannya secara mutlak.

Biji benih telah menzahirkan sifat yang terkandung di dalamnya, bagi memperlihat dan mempamerkan kebesaran sifat benih, bukan untuk menzahirkan kebesaran pohon. Kekuasaan itu, ada pada benih bukannya pada pohon.^^

CONTOH 2 :

Seorang presiden yang memerintah Negara, telah mengaruniakan pangkat derajat kebesaran kepada menterinya. derajat kebesaran tersebut bukanlah berupa kuasa, tetapi ianya berupa lencana(pangkat) atau (berupa segulung kertas). Yang mana pangkat itu sendiri tidak berkuasa apa-apa. Ianya dapat diberi dan dapat diambil kembali oleh presiden pada saat waktu yang dikehendaki.

Pangkat derajat kebesaran itu hanyalah sekedar gelaran pada nama, bagi menggambarkan lambang kekuasaan sang presiden itu sendiri, bukan untuk menggambarkan kebesaran sipenerima.

Begitulah kedudukan derajat kebesaran ilmu isbat pada diri kita.
Seumpama diberi kekuatan pada tangan, berkata-kata pada mulut, ilmu pada akal, nyawa pada hidup, pendengaran pada telinga dan penglihatan pada mata dan sebagainya oleh Allah kepada kita itu adalah sebagai tanda untuk menampakkan, memperzahirkan dan memperlihat kan sifat kebesaran-Nya, bukan untuk memperlihatkan kekuatan, penglihatan, pendengaran dan hidup diri kita, tetapi bagi memperlihatkan kebesaran pemilik hidup, penglihatan, pendengaran dan sebagainya.^^

Diberi pula derajat derajat kebesaran itu, dalam bentuk sementara. Seumpama pangkat pendengaran, piala penglihatan dan derajat kebesaran hidup itu, adalah pangkat kebesaran Allah dan bukannya pangkat kebesaran kita.
Pada saat saat terntentu,swaktu waktu,Allah dapat memberi dan mengambil kembali pemberian-Nya, atas kehendak-Nya.

Peringkat isbat adalah seumpama benih yang bercambah menjadi pohon. Segala akar, batang, dahan, daun dan bunga itu adalah barang pinjaman dan barang barang anugerah pemberian dari biji benih.
Tumbuh segala batang, dahan, daun dan sebagainya itu adalah bagi memperkenalkan dan memperlihatkan keajaiban dan kekuasaan sifat benih. Yang pada peringkat awalnya kelihatan kosong, tidak punya apa-apa di dalamnya, kini bisa tumbuh membesar dengan segala macam bentuk.
Ini bagi memperlihat, memperkenal dan menzahirkan sifat benih, bukan untuk memperkenalkan sifat pohon. nah,sahabat,
Begitu jugalah dengan sifat diri kita.
Sifat diri kita tidak ubahnya seumpama sifat benih yang membesar menjadi pohon, hasil dari pemberi dan anugerah sementara dari Allah Ta'ala.

Sifat nafi itu, seumpama biji benih (janin di dalam kandungan ibu), manakala sifat isbat pula, seumpama pohon yang tumbuh (diri zahir kita).
Wujudnya diri kita ini, hanya berupa bayang, bagi memperlihatkan tuan yang empunya bayang semata-mata.

Peringkat isbat itu, seumpama mata yang menumpang sifat penglihatan, telinga menumpang sifat pendengaran, mulut menumpang sifat berkata-kata dan sebagainya.
Setelah kita sadar ,yang mana diri kita ini sekedar menumpang, maka segalanya hendaklah dipulangkan semula kepada Allah Ta'ala.

Sahabat,
Sewaktu kita mengucapkan perkataan اله dalam dua kalimat syahadat, sifat-sifat seumpama tersebut diatas, hendaklah diserah dan dipulangkan kembali kepada Allah, Supaya ianya menjadi diri kita ini kembali KOSONG.

Itulah kandungan kalimat اله (kalimat isbat dalam bersyahadat).
Sifat isbat, tidak dapat berdiri sendiri, tanpa menumpang dan bergantung kepada sifat sabit.

Isbat adalah sifat yang disebabkan dengan sebab yang lain dan dikarenakan dengan karena yang lain.^^

KALIMAT ISBAT MENUMPANG SIFAT APA ?

Kalimat isbat اله hanya menumpang sifat sabit الا

1. Hayat menumpang sifat haiyun.
2. Ilmu menumpang sifat Alimun.
3. Kudrat menumpang sifat kodirun.
4. Irodat menumpang sifat muridun.
5. Samak menumpang sifat samiun.
6. Basor menumpang sifat basirun.
7. Kalam menumpang sifat mutakallimun.

Sahabat,
7 sifat isbat bergantung kepada 7 sifat sabit.
sifat isbat ialah sifat yang dipinjam utk dipakai oleh sifat الا. Pada istilahnya, ia dipinjam utk di pakai oleh Allah kepada kita dengan 7 sifat isbat, tetapi pada kenyataan sebenarnya bukanlah bermaksud pinjam atau meminjam, kenyataan kenyataan yang sebenarnya, sifat itu adalah hak kepunyaan mutlak Allah Ta'ala.

Sahabatku,Pahamilah!
Bahwa,Istilah pinjam meminjam itu, adalah sekedar mempermudahkan faham semata-mata.

Sifat isbat adalah sifat mutlak Allah yang dizahirkan oleh Allah atas hamba-hamba-Nya, bagi tujuan menzahirkan diri-Nya, supaya diri-Nya dapat dipandang, dikenal dan dilihat oleh hamba-hamba-Nya.

Apakah Allah Meminjam Sifat-Nya Kepada Kita Atau Sekedar Menzahirkan Sifat-Nya Atas Kita?

Sahabatku,
Manusia yang berakal dan berpandangan seperti kita, sudah tentu dapat menilai dan dapat mengenal pasti milik siapa sifat diri kita ini.
Tidakkah terfikir oleh kita bahwa siapalah diri kita ini, sampai dapat berbagi sifat dengan Allah Ta'ala !
Sedangkan ,sifat Allah itu tidak layak dipakai oleh makhluk, dan tidak ada siapapun yang boleh berbagi memakai pakaian Allah Ta'ala.

Seandainya pakaian Allah itu, dapat dibagi dan di pakai oleh makhluk, dimanakah lagi kelebihan, kebesaran dan ketinggian Allah Ta'ala ?!

sedangkan Allah itu sifatnya tidak baharu.

Sahabatku,
Walaupun dari segi bahasa, kita diumpamakan meminjam sifat Allah atau Allah telah memberi pinjam, untuk di pakai dalam jangka waktu sementara, sifat-Nya atas makhluknya (diri kita), tetapi pada hakikatnya dan pada kenyataan sebenarnya, ianya tidak demikian.

Sifat Allah sebenarnya tidak diberi pinjam maupun kita meminjam dari Allah.

Jangan salah memahami makna ini ya sahabatku!^^

Itu sekedar perumpamaan dari segi istilah bahasa saja.

Sebagai makhluk, kita tidak layak meminjam pakaian Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Sifat Allah bukan dapat di pinjam atau di bagikan kepada siapapun.

Komentar

  1. Terlalu berputar putar, dalam sebuah catatan bila tdak berani tlnjang bulat ttg tauhid, janganlah kluar dengan setengah setengah yg hnya akan mmberikan arti slah pda pmbaca, tidak sama sekali atau iya seutuhnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berpakaian dan menutup aurat tentu lebih bijak saudaraku

      Hapus
    2. petunjuk yang jelasnya mana yang telanjang gimana

      Hapus
    3. telanjangi diri apakah pantas ditempat umum?

      Hapus
    4. Ya ampun sufi blajar lg aja kajiannya. Klo bgtu sox tau...

      Hapus
    5. Yak, itu ngena banget, telanjangi diri apakah pantas di tempat umum? (jawaban super saudaraku)...
      inzin menyalin tulisan anda saudaraku

      Hapus
    6. Assalamualaikum wr.wb, sebelumnya... mohon izin membaca dan mencopy

      Hapus
  2. assalaamualaikum wr wb.mohon ijin. membaca dan copy,

    BalasHapus
  3. terimakasih,atas semua ilmunya.saya minta ijin mengkopinya,,,

    BalasHapus
  4. assalamu'alaikum.... saya ingin bertanya, buku buku yang menjadi acuan Anda dalam membuat artikel ini karya siapa saja?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kitab di dalam diri anda lebih sempurna dari apapun

      Hapus
    2. Subhanalloh jawaban yang sanggat sempurna,,,,,,, saya sukak dengan artikel anda,,,,,,, teruslah berkarya di jalan alloh

      Hapus
    3. ilmu yang tersirat lebih banyak dari pada ilmu yang tersurat (yang sudah tertulis). perbanyak tafakkur anonymous !!!

      Hapus
  5. To anonim: smoga anda diberi hidayah tuk memahami pemahaman ini. Sbb perkara ini adalah suatu hidayah yang termunculkan dlm hati sanubari melalui perantaraan tulisan atau ajaran orang orang pilihan Allah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiin terimakasih semoga begitu juga dengan anda saudaraku

      Hapus
  6. Terima kasih ilmunya sangat bermanfaat

    BalasHapus
  7. Terimakasih sahabat ku...setelah membaca artical ini lebih jelas lah perjalanan hamba ini yg sedang mencari haluan utk mendapat keredaan allah

    BalasHapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. ternyata prakeknya tak segampang teori, memang ilmu kosong adalah isi sangatlah berat.

    BalasHapus
  10. subhanallah
    syarat makna sekali.
    mohon ijin share admin

    BalasHapus
  11. mohon maaf mau tanya, rukun syahadat ada berapa dan apa saja? mohon dijawab, terimakasih.

    BalasHapus
  12. Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar.

    Terima Kasih Sahabat, atas dan sudah berbagi IlmuNya. Mohon izin untuk saya perdalam, semoga diridoiNya. Aamiin.

    BalasHapus
  13. Alhamdulillah...bersembunyi di Padang yang terang...terimakasih sodare atas ilmu mengenal dan dikenal-Nya..

    BalasHapus
  14. Terimakasih atas pencerahannya.

    BalasHapus
  15. Mohon maaf beribu maaf,kalau saja Aku mengetahui rahasia rupa Aku dan nama rahasia Aku,apakah mudah,sedangkan Aku takut tidak bisa membawa Amanah,mohon pencerahan dan mohon maaf beribu maaf🙏

    BalasHapus
  16. Subhanallah... Alhamdulillah...
    Allah maha segalanya...

    BalasHapus
  17. Ini sekilas seperti ada kesamaan pesan seorang biksu kpd muridnya.Entah mereka pd dasarnya dahulunya bersumber dari Islam atau para nabi2 pendahulunya. Yaitu ilmu Kosongkan sebelum mengisi,dan setelah kosong,maka isilah dan akan berisi. Singkatnya: Fill by content.Pada Hakikatnya : Inna nahi nabiyyun Muslimun( dan kami para nabi-nabi adalah golonga orang-orang yg berserah-bertauhid).

    Betapa damainya kalau para umat Islam faham Makrifatul ilaih atau jadi ahli Arif Billah.

    BalasHapus
  18. Alhamdu lillah. Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk mebaca blog ini. Semoga semua sehat selalu. Aamiin

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer