"PERBUATAN ZAHIR DAN SUASANA HATI"

"PERBUATAN ZAHIR DAN SUASANA HATI"

Sahabat-sahabatku,
Sebagian daripada tanda bersandar pada Amal (perbuatan zahir) adalah :
Berkurangnya harapan (suasana Hati) tatkala berbuat kesalahan.

Amal dapat dibagikan kepada dua jenis,
Yaitu :
1.Perbuatan zahir ,dan
2.Perbuatan hati atau suasana hati berhubung dengan perbuatan zahir itu.

Beberapa orang dapat melakukan perbuatan zahir yang serupa ,tetapi ,suasana hati yang berhubungan dengan perbuatan zahir itu tidak serupa.

Kesan amalan zahir kepada hati berbeda antara seorang dengan seorang yang lain.

Jika amalan zahir itu mempengaruhi suasana hati, maka hati itu dikatakan bersandar kepada amalan zahir. Jika hati dipengaruhi juga oleh amalan hati, maka hati itu dikatakan bersandar juga kepada amal, sekalipun itu amalan bathin.

Sahabatku,
Hati yang bebas daripada bersandar kepada amal kepada amal zahir atau amal bathin adalah :
Hati yang menghadap kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan meletakkan ketergantungan kepada-Nya tanpa membawa sedikitpun amal zahir atau bathin, serta menyerah sepenuhnya kepada Allah Ta'ala tanpa sedikitpun takwil atau tuntutan.
Hati yang demikian tidak menjadikan amalnya zahir dan bathin, walau berapa banyak sekalipun, sebagai alat untuk tawar menawar dengan Tuhan agar mendapatkan sesuatu.
Amalan tidak menjadi perantara di antaranya dengan Tuhannya. Orang yang seperti ini tidak membataskan kekuasaan dan kemurahan Tuhan untuk tunduk kepada perbuatan manusia.

Pahamilah Sahabatku,
Bahwasanya,
Allah Ta'ala Yang Maha Berdiri Dengan Sendiri berbuat sesuatu menurut kehendak-Nya tanpa dipengaruhi oleh siapapun dan sesuatu.
Apa saja yang mengenai Allah adalah Mutlak !
Oleh karena itu,
orang Arif tidak menjadikan amalan sebagai jalan ‘memaksa’ Allah Ta'ala berbuat sesuatu menurut perbuatan makhluk. Perbuatan Allah berada di hadapan dan perbuatan makhluk di belakang.
Tidak pernah terjadi Allah Ta'ala mengikuti perkataan dan perbuatan seseorang atau sesuatu.^^

Sahabat-sahabatku,
Ketahuilah,bahwasanya,
Sebelum menjadi seorang yang Arif,
Hati manusia memang berhubung rapat dengan amalan dirinya, baik yang zahir maupun yang bathin.
Manusia yang kuat bersandar kepada amalan zahir adalah: mereka yang mencari faedah keduniaan ,dan
mereka yang kuat bersandar kepada amalan bathin adalah: yang mencari faedah akhirat.

Kedua-dua jenis manusia tersebut berkepercayaan bahwa amalannya menentukan apa yang mereka akan dapati baik di dunia dan juga di akhirat.
Kepercayaan yang demikian kadang-kadang membuat manusia hilang atau kurang ketergantungan dengan Tuhan. Ketergantungan mereka hanyalah kepada amalan semata-mata ,ataupun, jika mereka bergantung kepada Allah Ta'ala, ketergantungan itu bercampur dengan keraguan.

Seorang manusia mampu memeriksa diri sendiri, apakah kuat atau lemah.

Sahabatku,
Lihatlah kepada Hati ,
apabila kita terperosok ke dalam perbuatan maksiat atau dosa. Jika kesalahan yang demikian membuat kita berputus asa daripada rahmat dan pertolongan Allah itu tandanya ketergantungan kita kepada-Nya sangat lemah.

Sebagaimana Firman Allah Ta'ala :
“Wahai anak-anakku! Pergilah kalian dan carilah khabar berita mengenai Yusuf dan saudaranya (Bunyamin), dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat serta pertolongan Allah. Sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat dan pertolongan Allah ,melainkan kaum yang kafir ”. ( QS. Yusuf :87).

Sahabat-sahabatku,
Makna Ayat dlm Surah Yusuf tsb menceritakan bahwa :
orang yang beriman kepada Allah Ta'ala meletakkan ketergantungan kepada Allah, walau dalam keadaan bagaimanapun juga. Ketergantungan kepada Allah membuat hati tidak berputus asa dalam menghadapi kehidupan.

Kadang-kadang, apa yang diingini, direncanakan dan diusahakan tidak mendatangkan hasil seperti yang diharapkan. Kegagalan mendapatkan sesuatu yang diingini bukan bermakna tidak menerima pemberian Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Selama seseorang itu beriman dan bergantung kepada-Nya, selama itulah Allah melimpahkan rahmat-Nya.

Kegagalan memperolehi apa yang dihajatkan bukan bermakna tidak mendapat rahmat Allah Subhannahu wa Ta'ala. Apapun juga yang Allah Subhannahu wa Ta'ala lakukan kepada orang yang beriman pasti terdapat rahmat-Nya, walaupun dalam hal tidak menyampaikan hajatnya.

Sahabat,
Keyakinan terhadap yang demikian menjadikan orang yang beriman tabah menghadapi ujian hidup, tidak sekali-kali berputus asa.
Mereka yakin bahwa apabila mereka sandarkan segala perkara kepada Allah Ta'ala, maka apa juga amal kebaikan yang mereka lakukan tidak akan menjadi sia-sia.
Nah,
Orang yang tidak beriman kepada Allah Ta'ala berada dalam situasi yang berbeda. Pergantungan mereka hanya tertuju kepada amalan mereka, yang terkandung di dalamnya ilmu dan usaha.
Apabila mereka mengadakan sesuatu usaha berdasarkan kemampuan dan pengetahuan yang mereka ada, mereka mengharapkan akan mendapat hasil yang setimpal.
Jika ilmu dan usaha (termasuklah pertolongan orang lain) gagal mendatangkan hasil, mereka tidak mempunyai tempat bersandar lagi.
Jadilah mereka orang yang berputus asa.
Mereka tidak dapat melihat hikmat kebijaksanaan Allah Ta'ala mengatur perjalanan takdir dan mereka tidak mendapat rahmat dari-Nya.^^

Pahamilah Sahabatku,
Jika orang kafir tidak bersandar kepada Allah Ta'ala dan mudah berputus asa,maka,
di kalangan sebagian orang Islam juga ada yang demikian, bergantung sebagaimana sifatnya menyerupai sifat orang kafir.
Orang yang seperti ini melakukan amalan karena kepentingan diri sendiri, bukan karena Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Orang ini mungkin mengharapkan dengan amalannya itu dia dapat menikmati kemakmuran hidup di dunia.
Dia mengharapkan semoga amal kebajikan yang dilakukannya dapat mengeluarkan hasil dalam bentuk bertambah rezekinya, kedudukannya atau pangkatnya, orang lain semakin menghormatinya dan dia juga dihindarkan daripada bala penyakit, kemiskinan dan sebagainya.
Bertambah banyak amal kebaikan yang dilakukannya bertambah besarlah harapan dan keyakinannya tentang kesejahteraan hidupnya.

Sebagian kaum muslimin yang lain mengaitkan amal kebaikan dengan kemuliaan hidup di akhirat.
Mereka memandang amal saleh sebagai tiket untuk memasuki syurga, juga untuk menjauhkan mereka dari azab api neraka.

Ketahuilah Sahabatku,
Bahwasanya,
Kerohanian orang yang bersandar kepada amal sangatlah lemah.
terutama mereka yang mencari keuntungan keduniaan dengan amal mereka.
Mereka tidak tahan menempuh ujian.
Mereka mengharapkan perjalanan hidup mereka senantiasa lancar dan segala-segalanya berjalan menurut apa yang direncanakan.
Apabila sesuatu itu terjadi di luar keinginan,mereka cepat panik,dan gelisah.
Bala bencana membuat mereka merasakan ,bahwa yang merekalah manusia yang paling malang di atas muka bumi ini. Jika berjaya memperoleh sesuatu kebaikan, mereka merasakan kejayaan itu disebabkan kepandaian dan kemampuan mereka sendiri.
Mereka mudah menjadi ego(penuh Pengakuan) serta menjadi sombong dan angkuh.^^

Apabila rohani seseorang bertambah teguh dia melihat amal itu sebagai jalan untuknya mendekatkan diri dengan Tuhan. Hatinya tidak lagi cenderung kepada faedah duniawi dan ukhrawi, tetapi ,
dia berharap untuk mendapatkan karunia Allah Subhannahu wa Ta'ala.
seperti:
terbuka hijab-hijab yang menutupi hatinya.

Orang ini merasakan amalnya yang membawanya kepada Allah Ta'ala.
Dia sering mengaitkan pencapaiannya dalam bidang kerohanian dengan amal yang banyak dilakukannya, seperti: berzikir,Sholat sunnah, berpuasa dan lain-lain.
Jika dia meninggalkan suatu amal yang biasa dilakukannya, atau ,jika dia terpeleset/tergelincir melakukan kesalahan, maka dia merasa dijauhkan oleh Allah Ta'ala.
Inilah orang yang pada peringkat permulaan mendekatkan dirinya dengan Allah melalui amalan Tarekat Tasawuf.

Jadi, Sahabatku,dapatlah dipahami,
Bahwasanya,
ada golongan yang bersandar kepada amal semata-mata dan ada pula golongan yang bersandar kepada Tuhan melalui amal.

Kedua-dua golongan tersebut berpegang kepada keberkesanan amal dalam mendapatkan sesuatu.

Golongan pertama kuat berpegang kepada amal zahir, yaitu :
perbuatan zahir yang dinamakan usaha atau ikhtiar.
Jika mereka salah dalam memilih ikhtiar, hilanglah harapan mereka untuk mendapatkan apa yang mereka hajatkan.

Ahli tarekat yang masih diperingkat permulaan pula kuat bersandar kepada amalan bathin seperti :
Sholat dan berzikir.
Jika mereka meninggalkan suatu amalan yang biasa mereka lakukan, akan berkuranglah harapan mereka untuk mendapatkan anugerah dari Allah Subhannahu wa Ta'ala. Sekiranya mereka tergelincir melakukan dosa, akan putuslah harapan mereka untuk mendapatkan anugerah Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Sahabat-sahabatku,
Dalam perkara bersandar kepada amal ini, termasuklah juga bersandar kepada ilmu,baik itu ilmu zahir atau ilmu bathin.

Ilmu zahir adalah :
Ilmu penTadbiran dan pengurusan suatu perkara menurut kekuatan akal.
Ilmu bathin pula adalah :
Ilmu yang menggunakan kekuatan dalam untuk menyampaikan hajat.
Ia termasuklah menggunakan ayat-ayat al-Quran dan jampi-jampi.

Sahabat sahabatku,
kebanyakan orang meletakkan keberkesanan kepada ayat, jampi jampi dan usaha, sehingga mereka lupa kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala yang meletakkan keberkesanan kepada tiap sesuatu itu.^^

Selanjutnya,
sekiranya Tuhan izinkan, kerohanian seseorang meningkat kepada maqam yang lebih tinggi. Nyata di dalam hatinya maksud kalimat:

"Tiada daya dan upaya kecuali beserta Allah Ta'ala".

“Padahal Allah yang menciptakan kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu!”
( QS. as- Saaffaat :96).

Sahabatku,
Ketahuilah.
Bahwasanya,Orang yang di dalam maqam ini tidak lagi melihat kepada amalnya, walaupun banyak amal yang dilakukannya ,namun, hatinya tetap melihat bahwa semua amalan tersebut adalah karunia Allah Subhannahu wa Ta'ala kepadanya.
Jika tidak karena taufik dan hidayah dari Allah Ta'ala, tentu tidak ada amal kebaikan yang dapat dilakukannya.

Sebagaimana Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:

“...Ini ialah dari limpahan karunia Tuhanku, untuk mengujiku ,apakah aku bersyukur atau aku mengingkari nikmat pemberian-Nya. Dan (sebenarnya) barangsiapa yang bersyukur maka manfaat syukurnya itu untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang ingkar,mak sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya, lagi Maha Mulia”.
( QS.an-Naml:40 ).

Dan tiadalah kamu mampu (melakukan sesuatu perkara) melainkan dengan cara yang dikehendaki Allah; sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana.Allah memasukkan siapa yang di kehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya (dengan ditempatkan-Nya di dalam syurga); dan orang-orang yang zalim, di sediakan-Nya untuk mereka azab siksa yang pedih. ( QS. al-Insaan : 30-31).

Segala-galanya adalah karunia Allah dan menjadi milik-Nya. Orang ini melihat kepada takdir yang Allah tentukan, tidak terlihat olehnya keberkesanan perbuatan makhluk termasuklah perbuatan dirinya sendiri.

Sahabat-sahabatku,
Maqam inilah yang dinamakan maqam Ariffin.
Yaitu :
orang yang mengenal Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Golongan ini tidak lagi bersandar kepada amal ,namun, merekalah yang paling kuat mengerjakan amal ibadah.^^

Orang yang masuk ke dalam lautan takdir, ridha dengan segala yang ditentukan Allah Ta'ala, akan senantiasa tenang, tidak berdukacita bila kehilangan atau ketiadaan sesuatu.
Mereka tidak melihat makhluk sebagai penyebab.

Di awal perjalanan menuju Allah, seseorang itu kuat beramal menurut tuntutan syariat.
Dia melihat amalan itu sebagai kenderaan yang bisa membawanya hampir dengan Allah Ta'ala.
Semakin kuat dia beramal, semakin besarlah harapannya untuk berjaya dalam perjalanannya.
Apabila dia mencapai satu tahap, pandangan mata hatinya terhadap amal mulai berubah. Dia tidak lagi melihat amalan sebagai alat atau penyebab. Pandangannya beralih kepada karunia Allah Ta'ala.
Dia melihat semua amalannya adalah karunia Allah kepadanya dan kehampirannya dengan Allah juga karunia-Nya.
Seterusnya, terbuka hijab yang menutupi dirinya dan dia mengenali dirinya dan mengenali Tuhannya.
Dia melihat dirinya sangat lemah, hina, jahil, serba kekurangan dan faqir.
Tuhan adalah Maha Kaya, Berkuasa, Mulia, Bijaksana dan Sempurna dalam segala segi. Jika dia sudah mengenali dirinya dan Tuhannya, pandangan mata hatinya tertuju kepada Kudrat dan Iradat Allah yang memasuki segala sesuatu dalam alam maya ini.
Jadilah dia seorang arif yang senantiasa memandang kepada Allah, berserah diri kepada-Nya, bergantung dan berhajat kepada-Nya.
Dia hanyalah hamba Allah Subhannahu wa Ta'ala yang faqir.

Wallahu a'lam.

Semoga memahami makna yang disampaikan dengan hikmah yang baik dihati.

Barakallah.

Komentar

Postingan Populer