Sifat Sufi Syaidina Abu Bakr R.a
Bismillahir Rahmanir Rahiim
Allahumma sholi ala Syyaidina Muhammadinni fatihi lima ughliko
wal’khotimi lima sabaqo wanasiril haqo bilhaqqi wal’hadi ila shirotikal
mustaqiim wa’sholallahu alaiihi wa’ala alihi washobihi haqqo qodrihi
wamiqdarihil aziim.
Diriwayatkan dari Rasulullah saw. Bahwa beliau pernah
bersabda. “Umatku yang paling belas-kasih kepada sesama umat adalah Abu
Bakr r.a., yang paling kokoh dan kuat memegang agama Allah adalah Umar
r.a., yang paling pemalu adalah Utsman r.a., yang paling tahu tentang
ilmu faraidh (hukum waris) adalah Zaid bin Tsabit r.a., yang paling
faham tentang hukum halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal r.a., yang
paling adil dalam memberikan keputusan hukum adalahAli r.a., Sedangkan
sahabatku Abu Dzar r.a. adalah orang yang dialek bicaranya memiliki
ketajaman dan kebenaran.” (H.r. Ahmad, Tirmidzi dari Anas, ath-Thabrani
dari Jabir, dari Ibnu adi dari Ibnu Umar).
Adapun yang menyangkut masalah batin, maka kami akan memulainya dengan apa yang disabdakan Rasulullah saw.:
Ikutilah dua orang setelahku yaitu: Abu
Bakr dan Umar r.a.” (H.r. Tirmidzi dari Hudzaifah, Ahmad, Ibnu Majah dan
Ibnu Abd dari Anas)
Sementara kami memulainya dengan Abu Bakr r.a lebih dahulu kemudian baru Umar r.a.
Sebagaimana berita yang saya terima dari
Abu Utbah al-Halwa-ni—-rahimahullah—yang pernah berkata, “Bolehkah aku
memberitahu kalian tentang kondisi spiritual para sahabat Rasulullah?
Pertama, bertemu dengan Allah lebih mereka senangi daripada hidup di
dunia. Kedua, mereka tidak pernah takut musuh, baik mereka dalam jumlah
sedikit maupun banyak. Ketiga, mereka tidak pernah takut miskin dan
selalu yakin, bahwa Allah selalu memberinya rezeki. Keempat, jika
dilanda wabah penyakit, mereka tidak pernah lari dari tempat tinggal
sampai Allah memutuskan nasibnya. Mereka sangat khawatir dengan kematian
dalam makna yang sebenarnya.”Dikisahkan dari Muhammad bin Ali
al-Kattani -rahimahullah- yang berkata, “Orang-orang dalam kurun waktu
pertama Islam selalu bermuamalah denga agama sehingga agama itu menipis.
Kemudian pada kurun kedua mereka bermuamalah dengan wafa’ (kesetian dan
tepat janji), sehingga kesetiaan itu pun sirna. Kemudian pada kurun
ketiga mereka bermuamalah dengan muru’ah (kesatria) sehingga kesatria
itu pun lenyap. Pada kurun keempat bermuamalah dengan rasa malu, sampai
akhirnya rasa malu itu pun hilang. Pada akhirnya manusia bermuamalah
dengan landasan rasa suka dankekhawatiran.”
Keistemewaan Abu Bakr As-Shiddiq RA
Diriwayatkan dari Mutharraf bin Abdullah asy-Syukhair -rahimahullah- yang berkata: Abu Bakr ash-Shiddiq r.a. berkata “Andaikan ada seseorang memanggil dari langit bahwa tidak ada yang masuk surga kecuali satu orang, maka aku berharap satu orang itu adalah aku. Dan andaikan ada seseorang memanggil dari langit bahwa tidak ada yang masuk neraka kecuali satu orang, maka aku sangat takut orang tersebut adalah aku.”
Diriwayatkan dari Mutharraf bin Abdullah asy-Syukhair -rahimahullah- yang berkata: Abu Bakr ash-Shiddiq r.a. berkata “Andaikan ada seseorang memanggil dari langit bahwa tidak ada yang masuk surga kecuali satu orang, maka aku berharap satu orang itu adalah aku. Dan andaikan ada seseorang memanggil dari langit bahwa tidak ada yang masuk neraka kecuali satu orang, maka aku sangat takut orang tersebut adalah aku.”
Mutharraf -rahimahullah- berkata, “Demi Allah ini adalah ungkapan rasa takut yang sangat besar dan harapan yang sangat tinggi.”
Diriwayatkan dari Abu al-Abbas bin Atha’ -rahimahullah- bahwa, ia pernah pernah ditanya tentang firman Allah:
“Hendaklah kalian menjadi orang-orang
rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu
mempelajarinya.” (Q.s. Ali Imran: 79)
Maka ia menjawab, “Artinya, jadilah
kalian seperti Abu Bakr ash-Shiddiq. Karena saat Rasulullah wafat hati
kaum muslimin goncang akibat wafatnya Rasul. Namun kepergian Rasulullah
sama sekali tidak mempengaruhi lubuk hati Abu Bakr. Ia keluar dan
berkata kepada umat Islam. ‘Wahai umat manusia, barang siapa menyembah
Muhammad maka sesunggunhnya Muhammad telah wafat. Dan barangsiapa
menyembah Allah maka sesungguhnya Allah adalah Dzat yang senantiasa
hidup dan tidak akan pernah mati. Orang yang memiliki sifat rabbani ini,
kejadian apapun sama sekali tidak mempengaruhi lubuk hatinya, meskipun
orang-orang takut tergoncang.”
Abu Bakr al-Wasithi -rahimahullah-
berkata, “Lisan (bahasa) kaum sufi yang pertama kali muncul dikalangan
umat memalui lisan Abu Bakr adalah bahasa isyarat, yang kemudian oleh
orang-orang yang memilikik kemampua pemahaman yang tajam diambil
makna-makna lembut yang sering kali orang-orang yang berakal terkecoh
dalam memahaminya.”
Syekh Abu Nashr as-Sarraj -rahimahullah-
berkata: Apa yang dikatakan oleh al-Wasithi, bahwa lisan kaum sufi yang
muncul pertama kali melalui lisan Abu Bakr ialah saat ia mengeluarkan
seluruh harta miliknya yang diinfakkan demi agama Allah. Kemudian
Rasulullah bertanya kepadanya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk
keluargamu?” Abu Bakr menjawab, “Allah dan Rasul-Nya”. (H.r. Tirmidzi
dari Umar). Ia menjawab pertama kali dengan Allah, kemudia Rasul-Nya.
Hal ini merupakan suatu isyarat yang sangat agung bagi para ahli tauhid
dalam hakikat-hakikat panauhidan kepada Allah. Namun bukan berarti ini
saja isyarat yang keluar dari lisan Abu Bakr. Masih sangat banyak
isyarat-isyarat lain yang darinya bisa diambil kesimpulan-kesimpulan
yang sangat lembut.
Isyarat-isyarat tersebut dapat diketahui
dan dipahami oleh para ahli hakikat untuk mereka jadikan referensi dan
cermin dalam berakhlak. Di antaranya ialah pidato Abu Bakr ketika ia
naik diatas mimbar setelah rasulullah wafat, dimana hati para sahabat
saat itu goncang dan khawatir kalau Islam akan hilang karena wafat dan
hilangnya Rasulullah dari lingkungan mereka. Kemudian Abu Bakr berkata,
“Barangsiapa menyembah Muhammad maka ketahuilah bahwa Muhammad telah
wafat, dan barangsiapa menyembah Allah swt. Maka sesungguhnya Allah
adalah Dzat Yang Maha hidup dan tidak akan pernah mati.” (H.r Ahmad,
Abdurrazzaq dari Aisyah dan Ibanu Abbas, dan Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu
Umar).
Makna yang sangat halus dalam ungkapan
tersebut ialah keteguhan dalam bertauhid dan berusaha memperkokoh hati
para sahabat dalam bertauhid.
Diantara ungkapan yang lain ialah saat Perang Badar, ketika Rasulullah berdo’a:
“Ya Allah, jika sekelompok manusia (dari umat Islam) ini Engkau hancurkan, maka setelah itu Engakau tidak akan disembah lagi di muka bumi ini.”
“Ya Allah, jika sekelompok manusia (dari umat Islam) ini Engkau hancurkan, maka setelah itu Engakau tidak akan disembah lagi di muka bumi ini.”
Kemudian Abu Bakr berkata kepada
Rasulullah, “Wahai Rasulullah tinggalkanlah permohonanmu kepada Tuhan,
sebab -demi Allah- Dia pasti mengabulkan apa yang dijanjikan
kepada-Mu.”(H.r. Muslim dan Tarmidzi dari Ibnu Abbas dan Umar).
Dimana janji itu adalah firman Allah
swt., “(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyuka kepada malaikat,
‘Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian)
orang-orang yang telah beriman’. Kelak akan Aku jadikan rasa ketakutan
kedalam hati orang-orang kafir.” (Q.s. al-Anfal: 12)
Di sini tampak satu keistimewaan Abu
Bakr, dimana ia telah memiliki hakikat tashdiq ( pembenaran ) terhadap
kemenangan yang dijanjikan Allah kepada umat Islam . Dimana hati para
sahabat yang lain goncang . Ini menunjukkan hakikat keimanan dan
keistimewaan Abu Bakr.
Jika ada orang yang bertanya “ Apa makna
perubahan Rasulullah dan keteguhan hati Abu Bakr , sementara Rasulullah
jauh lebih sempurna daripada Abu Bakr dalam segala kondisi spiritual?”
Maka jawabannya adalah karena Rasulullah
lebih tahu tentang Allah daripada Abu Bakr . Sementara itu, Abu Bakr
lebih kuat imannya daripada para sahabat Rasulullah yang lain .
Keteguhan Abu Bakr mencerminkan hakikat keimanannya terhadap kebenaran
janji Allah . Sedangkan perubahan pada diri Nabi adalah karena beliau
lebih tahu tentang Allah. Sehingga beliau tahu dari Allah apa yang tidak
diketahui Abu Bakr dan juga sahabat yang lain. Apakah Anda tidak tahu ,
bahwa ketika angin bertiup kencang maka warna kulit beliau berubah,
sementara tidak seorang pun dari sahabatnya yang warna kulitnya berubah ?
Rasulullah juga bersabda ,” Andaikan
kalian tahu apa yang aku ketahui tentu kalian kurang bisa tertawa,
banyak menangis, keluar menuju ke berbagai jalan { untuk mencari
perlindungan kepada Allah }, dan tidak akan tenang di atas tempat tidur
.” ( H.r. Bukhari, al-Hakim dan ath-Thabrani, lihat kembali hlm. 247).
Abu Bakr juga memiliki kekhususan di antara para sahabat dalam hal firasat dan ilham . Itu bisa diketahui dalam tiga kasus :
Pertama, ketika pendapat para sahabat
Rasulullah telah mencapai titik sepakat untuk tidak memerangi
orang-orang murtad yang tidak mau membayar zakat setelah wafat
Rasulullah saw. Namun Abu Bakr tetap bersikukuh pada pendiriannya untuk
memerangi mereka . Kemudian ia berkata,”Demi allah , andaikan mereka
tidak mau membayarku zakat unta dan kambing yang pernah mereka bayarkan
kepada Rasulullah, niscaya aku akan memerangi mereka dengan pedang.”
Sementara pendapat Abu Bakr inilah yang benar. Kemudian para sahabat
berkata.” Sesungguhnya yang benar adalah pendapatnya sekalipun ia
berbeda pendapat dengan sahabat-sahabat yang lain tentang apa yang
mereka kemukakan.” Akhirnya sahabat-sahabat yang lain merujuk kepada
pendapat Abu Bakr, dimana mereka melihat bahwa pendapat dialah yang
benar.
Kedua, Saat ia berbeda pendapat dengan sebagaian besar sahabat mengenai penarikan mundur pasukan Usamah. Dan ia berkata,” Demi Allah, saya tidak akan mengingkari janji yang pernah disepakati oleh Rasullah.”
Ketiga, ialah ucapan Abu Bakr kepada Aisyah. “Sesungguhnya aku akan memberimu dua saudara laki-laki dn dua perempuan.” Aisyah saat itu hanya tahu bahwa ia hanya memiliki dua saudara laki-laki dan seorang perempuan.
Kedua, Saat ia berbeda pendapat dengan sebagaian besar sahabat mengenai penarikan mundur pasukan Usamah. Dan ia berkata,” Demi Allah, saya tidak akan mengingkari janji yang pernah disepakati oleh Rasullah.”
Ketiga, ialah ucapan Abu Bakr kepada Aisyah. “Sesungguhnya aku akan memberimu dua saudara laki-laki dn dua perempuan.” Aisyah saat itu hanya tahu bahwa ia hanya memiliki dua saudara laki-laki dan seorang perempuan.
Pada saat itu Abu Bakr memiliki seorang
budak perempuan yang sedang hamil. Maka ia berkata,” Hati nuraniku
mengatakan bahwa janin yang ada dalam rahimnya adalah perempuan.”
Ini menunjukkan firasat dan ilham yang sangat tajam dan sempurna.
Nabi saw bersabda:
“ Hati-hatilah terhadap firasat orang
mukmin karena ia melihat dengan Nur Allah.” (H.r. ath-Thabrani dari Abu
Umamah, Tirmidzi dari Abi Said, Abu Nu’aim dan al-Bazzar dari Anas).
Sementara itu pada diri Abu Bakr masih
terdapat makna-makna lain yang banyak dijadikan referensi para ahli
hakikat dan mereka yang mampu mengendalikan hati nurani. Dan jika
disebutkan semua maka kitab ini akan menjadi sangat tebal.
Di ceritakan dari Bakr bin Abdullah
al-Muzani yang mengatakan,”Abu Bakr tidak melibihi semua sahabat Rasul
yang lain dalam hal banyak berpuasa dan shalat, namun ia memiliki
kelebihan yang ada di dalam hatinya.”
Sebagian kaum sufi mengatakan, bahwa apa
yang terjadi didalam hati Abu Bakr adalah cintanya kepada Allah Azza wa
Jalla dan nasihat karena-Nya.
Disebutkan, Tatkala tiba waku shalat,
Abu Bakr berkata, “Wahai anak Adam bangunlah ke neraka yang kalian
nyalakan, kemudian padamkanlah.”
Diriwayatkan, bahwa suatu saat ia pernah
makan makanan yang ada syubhatnya. Ketika ia tahu bahwa itu ada
syubhatnya, maka ia muntahkan sembari berkata, “Demi Allah andaikan
makanan itu tidak bisa keluar kecuali dengan mengorbankan jiwa (ruh)ku
maka akan aku keluarkan juga, Sebab aku mendengar Rasulullah bersabda,
“Tubuh yang diberi makan dari barang haram maka neraka lebih pantas
untuknya.” (H.r. Tirmidzi danIbnu Hibban dari Ka’ab bin ‘Ajarah).
Abu Bakr pernah berkata, “Aku ingin
menjadi tumbuhan hijau yang dimakan oleh binatang, dan tidak pernah
diciptakan, karena aku takut siksa Allah dan ketakutan di hari Kiamat.”
Diriwayatkan dari Abu Bakr ash-Shiddiq yang mengatakan: Ada tiga ayat dalam kitab Allah yang menyibukkanku dari yang lain:
Pertama:
“Jika Allah menimpakan suatu bahaya kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghalanginya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan untukmu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya.” (Q.s. Yunus: 107)
“Jika Allah menimpakan suatu bahaya kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghalanginya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan untukmu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya.” (Q.s. Yunus: 107)
Maka aku tahu bahwa, apabila Allah
menghendaki kebaikan untukku, maka tidak ada seorang pun yang bisa
menghilangkannya dariku selain Dia sendiri. Dan jika Dia menghendaki
kejelekan untukku, maka tidak ada seorang pun yang mampu
menghindarkannya selain Dia sendiri.
Kedua:
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (Q.s. al-Baqarah: 152)
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (Q.s. al-Baqarah: 152)
Maka demi Allah, sejak aku membaca ayat ini tidak lagi pernah memikirkan masalah rezekiku.”
Disebutkan pula, bahwa bait syair berikut adalah dari Abu Bakr ash-Shiddiq:
Wahai orang yang membanggakan dunia dan perhiasannya
Bukankah kebanggaan itu mengangkat tanah denga tanah
Bukankah kebanggaan itu mengangkat tanah denga tanah
Jika Anda ingin melihat manusia yang paling mulia
Maka lihatlah seorang raja yang mengenakan pakaian orang miskin
Maka lihatlah seorang raja yang mengenakan pakaian orang miskin
Itulah yang besar kasih sayangnya dimata manusia
Itulah yang berguna bagi dunia dan agama.
Itulah yang berguna bagi dunia dan agama.
Dikisahkan dari al-Junaid yang
mengatakan, “Kalimat tentang tauhid yang paling mulia adalah apa yang
dikatakan Abu Bakr, ‘Mahasuci Dzat Yang tidak membuka jalan untuk
ma’rifat-Nya kecuali dengan menjadikan seseorang tidak sanggup
mengetahui-Nya’
Komentar
Posting Komentar