Kekayaan yang Tiada Habis, Inginkah Engkau memilikinya? (Faktor pendukung untuk memiliki sikap Qona’ah)
“Ketika seorang mukmin memahami nilai
dunia dan hakikat kehidupan di dunia; ketika hati seorang mukmin
digenangi oleh keimanan dan makrifat tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala,
nama-nama, dan sifat-sifat-Nya; maka ketika itu; dari pemahaman dan
keimanan itu, akan lahirlah karakter mental yang sungguh berharga, yaitu
qona’ah. Itulah sebuah harta kekayaan yang tidak ada habisnya.”
Demikian yang disampaikan oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al Atsari
dalam bukunya “Qona’ah, Kekayaan Tiada Habisnya.”
Qona’ah – merasa cukup dengan apa yang
ada- sebuah kata yang mudah untuk diucapkan, namun sulit untuk
dipraktikkan. Terlebih di zaman ini, dimana kita melihat begitu banyak
manusia mengalami “kegilaan” terhadap dunia beserta isinya. Di zaman
sekarang ini, sulit rasanya untuk mewujudkan kekayaan yang tiada
habisnya ini hanya dengan nasihat singkat, “Nak, bersikaplah qona’ah;
kamu akan tenang hidupnya”; atau nasihat-nasihat sejenis. Keterangan
singkat yang disisipkan pada pengajian-pengajian juga belum mencukupi
untuk menumbuhkan harta yang tiada habisnya ini. Hadits-hadits tentang
qona’ah yang kita baca pun, (terkadang) tidak cukup membantu untuk serta
merta memunculkan sifat itu pada diri kita, kecuali orang-orang yang
diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Fondasi Sifat Qona’ah
Fondasi yang utama dan pertama untuk
menumbuhkan sifat ini adalah keyakinan yang benar. Keimanan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, mengenal Allah dengan nama dan sifat-sifat-Nya
berikut keagungan dan keindahan yang dikandungnya; keimanan yang mantap
kepada hari akhir, keyakinan yang benar tentang takdir yang baik dan
buruk; semua itu merupakan landasan utama untuk menumbuhkan sifat dan
karakter mental yang sangat mahal harganya ini.
Keimanan dan pengetahuan seorang mukmin
terhadap Allah beserta nama dan sifatnya; akan menjadikan dirinya
merenungkan firman, perintah dan penjelasan-Nya; yang hasilnya ia akan
memahami hakikat dunia, hakikat dirinya, dan hakikat qona’ah beserta
manfaatnya di dunia dan di akhirat.
Keimanan kepada hari akhir akan mendorong
seorang mukmin untuk memiliki sikap zuhud terhadap dunia. Pemikirannya
selalu tertuju kepada hari akhir dan seluruh rangkaiannya, terutama
ketika amal-amal kita dihisab. Dengan bekal ini ia paham, bahwa hidup
dunia hanyalah sementara, sebagaimana yang ia pelajari dari Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Apa perluku dengan dunia? Perumpamaanku
dengan dunia hanyalah ibarat pengendara ynag tidur siang sejenak di
bawah naungan sebuah pohon, kemudian berangkat di sore hari dan
meninggalkannya.” (HR.Ahmad dan Tirmidzi). Hal ini akan menjadikannya
bersikap menerima apapun yang terjadi dengan dirinya dengan senang hati.
Keimanan terhadap takdir yang baik maupun
buruk akan memberikan sikap tenang dan ridho terhadap apa yang dialami,
suka maupun duka. Hatinya senantiasa lapang, ia tidak mengenal kata
gundah dengan sedikitnya rizki, lemahnya daya, maupun kemiskinan yang
menimpanya.
Inginkah Engkau memiliki harta itu?
Sebagaimana akhlak-akhlak mulia lainnya,
sebagai karakter mental, qona’ah dipengaruhi beberapa faktor,
diantaranya pendidikan, lingkungan, bertambah dan berkurangnya iman,
serta ketinggian dan kerendahan cita-cita.
Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari menyebutkan beberapa faktor yang mendukung kita untuk memperoleh akhlak yang sangat berharga ini:
Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari menyebutkan beberapa faktor yang mendukung kita untuk memperoleh akhlak yang sangat berharga ini:
1. Ilmu agama
Ilmu agama merupakan faktor utama untuk
memperoleh harta yang tidak terkira ini. Dengan ilmu, kita mengetahui
hakikat, manfaat, dan bahaya jika melalaikan qona’ah. Ilmu agama
menjelaskan kepada kita hakikat dunia, menyingkap rahasia-rahasianya,
dan bahaya-bahaya terlalu berorientasi kepadanya. Ilmu agama akan
mendorong kita untuk mencintai dan mengerahkan seluruh perhatian kita
kepada kampung akhirat, kehidupan yang kekal dan abadi.
“Dan tiadalah kehidupan di dunia ini
selain main-main dan sendau gurau. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih
baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu memahaminya”?
(Al-An’am:32).
Dengan ilmu pula kita memperoleh
pengetahuan tentang Allah Azza wa ‘Ala dengan seluruh nama-Nya yang
husna dan sifat-Nya yang tinggi. Kebenaran akidah: iman kepada hari
akhir dan iman kepada takdir yang baik maupun buruk, yang hal itu
merupakan pondasi dasar yang memiliki pengaruh sangat besar dalam
mewujudkan sifat qona’ah, semuanya dapat diperoleh dengan ilmu agama.
2. Keimanan yang mantap
Ilmu yang kita miliki (insya Allah)
berbuah menjadi keimanan yang mantap. Kuat lemahnya sifat qona’ah dalam
menghadapi berbagai “fitnah” dunia ini, sesuai dengan tingkat kekuatan
iman yang ada pada setiap kita.
3. Pemahaman yang benar tentang qodho dan qodar
3. Pemahaman yang benar tentang qodho dan qodar
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
membagi-bagi rizki dan keadaan hidup seluruh manusia sejak zaman
azali.{embagian yang dilakukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan
ketetapan berdasarkan kebijaksanaan dan ilmu-Nya. Jika kita memahami
bahwa ambisi, keluh kesah, dan perhatian kita terhadap dunia dan harta,
tidak akan menambah rizki, (karena tidak mungkin kita bisa mengoreksi
ketetapan dan qodar Allah); pemahaman seperti dapat menumbuhkan sifat
qona’ah, tenang, rileks terhadap keadaan yang diterimanya, apakah kita
kaya maupun miskin.
Sikap ridho seorang mukmin dalam
menghadapi ketetapan qodha dan qodar Allah akan memberikan kepadanya
mata yang jeli dalam melihat kondisi kehidupan dan hakikat pembagiannya.
Yang menetapkan rizkinya adalah Allah, Allah juga yang telah
membeda-bedakan tingkat rizki, melebihkan yang satu terhadap yang
lainnya. Perbedaan ini merupakan ujian bagi kita; ujian bagi orang kaya
engan kelebihannya, ujian bagi orang miskin dengan kekurangannya.
Perbedaan antara orang kaya dengan orang miskin dalam rizki bukan
merupakan bukti mengenai perbedaan kedudukan keduanya di dunia maupun di
sisi Allah Azza wa Jalla.
“Apakah mereka yang membagi-bagi
rahamt Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka
dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas
sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa
yang mereka kumpulkan.” (Az Zukhruf:32).
“Bersikaplah ridho terhadap apa yang dibagikan oleh Allah, niscaya kamu menjadi manusia yang paling kaya.” (HR.Ahmad).
4. Perjuangan Mental dan Bersabar
Sesuai dengan kebijaksanan-Nya, Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah memberi kita nafsu yang senantiasa menyuruh
kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat Tuhan.(Yusuf:53).
Salah satu bentuk keliaran nafsu adalah permusuhannya terhadap sikap
qona’ah. Selama kita tidak melawan nafsu beserta keliarannya, ketika itu
kita telah membuka pintu-pintu ambisi, ketamakan, kerakusan, kekikiran,
dan keluh kesah.
“Jauhilah sifat syuhh, karena sifat
syuhh telah membinasakan orang-orang sebelummu, mendorong mereka untuk
menumpahkan darah mereka dan melanggar hal-hal yang diharamkan bagi
mereka.” (HR.Muslim).
Imam Ibnu Rojab al Hanbali rahimahullah
menjelaskan bahwa syuhh adalah ambisi besar yang mendorong pemilikinya
mengambil banyak hal yang tidak halal, tidak menunaikan kewajiban
terhadapnya. Substansi sifat ini adalah kerinduan diri kepada apa yang
diharamkan oelh Allah serta tidak puas dengan yang telah dihalalkan oelh
Alloh, baik menyangkut harta, kemaluan, atau lainnya.
Mengendalikan nafsu dan memaksanya
memiliki sikap qona’ah membutuhkan kesabaran dan ketabahan dari seorang
mukmin. Kesabaran di sini berkaitan dengan hal-hal yang diharamkan dan
hal-hal yang meragukan; karena sifat qona’ah menuntut sikap zuhud,
ridho, dan waro’. Sabar dalam ketaatan dan tidak berbuat maksiat.
5. Berdoa dan Memohon kepada Allah
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, sikap menjaga martabat, dan kekayaan.” (HR.Muslim).
Syaikh Abdurrahman Nashir As-Sa’di
rahimahullah, berkata:”Ini merupakan salah satu doa yang paling luas
cakupan maknanya dan paling bermanfaat. Doa ini mengandung permohonan
agar dikarunia kebaikan di dunia dan akhirat. ‘Afaf (sikap menjaga
martabat) dan ghina (kekayaan) mengandung arti menjaga kehormatan di
hadapan sesama manusia, tidak menggantungkan diri kepada mereka dan
merasa kaya dengan Alloh, rizki-Nya, sikap menerima dengan senang hati
terhadap apa yang ada pada dirinya, serta diperolehnya kecukupan yang
bisa menenangkan hati. Dengan semua itu, sempuralah kebahagiaan hidup di
dunia dan ketenangan batin, dan itulah hayah thoyyibah (kehidupan yang
baik).
6. Menjauhi Orang-Orang yang Suka Berkeluh Kesah
Teman, kawan, orang-orang di sekitar
kita, sangat besar pengaruhnya pada diri kita. Siapa yang lama berkawan
dengan orang-orang yang suka berkeluh kesah dan ambisius, maka akan
tertimpa penyakit mereka. Hawa nafsu dan akhlak mereka akan menular
kepada dirinya. Sebaliknya, berkawan dengan orang-orang sholih,
senantiasa berdzikir, zuhud (sekalipun mereka adalah orang-orang kaya
dan lapang), akan mendorong kita mengikuti mereka: memiliki sifat
qona’ah, zuhud, menerima dengan senang hati semua rizki yang telah
dibagikan oleh Allah.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Seseorang
mengikuti agama kawan dekatnya, maka hendaklah setiap orang dari kalian
memperhatikan siapa yang menjadi kawan dekatnya.”
7. Melihat yang “di bawah”
“Andaikata anak Adam memiliki dua
lembah emas, pasti ia ingin memiliki dua lembah, dan mulutnya tidak
kunjung bisa dipenuhi, kecuali dengan tanah. Dan Allah menerima taubat
siapa yang bertaubat.” (HR.Bukhari-Muslim).
Manusia, memiliki watak dasar yang
mendorongnya utnuk mencintai harta dan dunia. (terkadang) hal ini
menjadikan kita melupakan nikmat-nikmat yang telah Allah berikan kepada
kita. Bagaimanapun keadaan yang ada pada diri kita, setiap kita pasti
telah dikaruniai nikmat dari Allah yang saking banyaknya tidak mampu
kita inventarisir dan hitung. Bukan hanya telah, tapi semua yang telah
dan akan kita alami adalah nikmat dan karunia Allah yang terkira.
Namun, nikmat dan karunia yang telah
Allah berikan secara gratis kepada kita, terkadang terabaikan. Kita
merasa kurang dan kurang… kita tidak peduli dan tidak menyadari
nilainya… Hal ini bisa jadi karena kita selalu melihat orang-orang yang
mendapat nikmat lebih baik dari kita.
Seandainya kita melihat orang-orang yang
tidak seberuntung kita, orang-orang yang ada “dibawah” kita… atau satu
atau beberapa nikmat dari Allah dicabut (misal: nikmat sehat)… baru kita
merasakan nikmat-nikmat itu… barulah kita merasa tenang; oleh karena
itu; salah satu faktor yang mendorong tumbuhnya sifat qona’ah adalah
melihat orang yang keadaannya “dibawah” kita.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Lihatlah kepada siapa yang lebih rendah dari kalian, jangan melihat kepada siapa yang lebih tinggi dari kalian; karena itu akan menjadikan kalian tidak menyepelekan nikmat Allah.” (HR.Bukhori).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Lihatlah kepada siapa yang lebih rendah dari kalian, jangan melihat kepada siapa yang lebih tinggi dari kalian; karena itu akan menjadikan kalian tidak menyepelekan nikmat Allah.” (HR.Bukhori).
Inilah beberapa cara untuk menumbuhkan
sifat qona’ah dan menerima dengan senang hati rizki dan penghidupan yang
telah dibagikan Allah kepada setiap kita.
Penutup.
Pengetahuan tentang hal ini bukan
semata-mata pengetahuan ilmiah naratif yang kering dari substansi
pelaksanaan yang bisa membedakan antara orang yang bersikap qona’ah atau
senantiasa gundah gulana dan berkeluh kesah. Terkadang kita temui,
orang yang memiliki sifat qona’ah melimpah ruah tidak hafal dalil-dalil
ilmiah dan prinsip-prinsip tersebut selain kandungan makna yang shohih.
Dipihak lain, terkadang kita jumpai orang yang mengaku “berilmu” namun
tidak memiliki sifat qona’ah sama sekali. Inilah kenyataan yang ada pada
kita sekarang ini. Anda ingin menjadi yang mana, wahai Saudaraku?
Semoga Allah senantiasa menghiasi diri, keluarga, dan keturunan kita;
serta kaum muslimin dengan sifat qona’ah. Amiin.
——————————————————————————–
Referensi: Diringkas dari: “Qona’ah, Kekayaan Tiada Habisnya” :Syaikh Abdulloh bin Abdul Hamid Al Atsari dari buku: Zuhud Dunia Cinta Akhirat, Sikap Hidup Para Nabi dan Orang-Orang Sholih: Ibnu Rojab Al-Hanbali, dll. Penerbit: Al-Qowam, Solo.
Referensi: Diringkas dari: “Qona’ah, Kekayaan Tiada Habisnya” :Syaikh Abdulloh bin Abdul Hamid Al Atsari dari buku: Zuhud Dunia Cinta Akhirat, Sikap Hidup Para Nabi dan Orang-Orang Sholih: Ibnu Rojab Al-Hanbali, dll. Penerbit: Al-Qowam, Solo.
Komentar
Posting Komentar