Maqam Orang Menangis - Page 2

Diriwayatkan bahwa Nabi Adam as, ketika diturunkan dari syurga, ia menangis sampai airmatanya menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, lalu Allah Swt, mewahyukan padanya, “Tangisan ini karena kehilangan syurga, lalu mana tangisan karena meninggalkan khidmah bakti padaKu?”
Lalu Nabi Adam as, terkejut, hingga sampai pada kalimat ikhlas. Lalu berucap”Laa Ilaaha Illa Anta Subhanaka…” (Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau!)
Allah Swt, berfirman, : “Maka Adam mendapatkan kalimat-kalimat dari Tuhannya, lalu ia taubat kepadaNya.”
Dzun Nuun al-Mishry –semoga Allah Swt, merahmatinya– mengatakan, “Aku melihat lelaki di Makkah sedang menangis dengan tangisan ahli ma’rifat, lalu aku mendekat,
“Apakah engkau punya kekasih?” tanyaku.
“Betul!” jawabnya.
“Jauh apa dekat kekasihmu itu?”
“Dekat,” katanya.
“Selaras denganmu apa tidak?”
“Sungguh selaras denganku.”
“Subhanallah! Lalu kenapa engkau menagis?”
“Ketahuilah, siksaan karena dekat dan serasi itu lebih pedih, ketimbang siksaan karena jauh dan kontra…!”
Dikisahkan bahwa Rabiah –Rahimahallahu Ta’ala– suatu hari sedang lewat di salah satu jalan di Bashrah. Tiba-tiba ada tetesan yang menetes dari kesdihan, lalu ia bertanya, “Tetesan apakah itu?” Lalu dijawab, “Itu dari tangisan Hasan.” Rabi’ah lalu berkata, “Katakanj semua ya pada Hasan, seandainya airmata bertambah terus hingga sampai ke Arasy sana, sebagai rasa cinta kepada Allah Swt, sungguh airmata itu sangat sedikit sekali.”
Abbad bin Syumaid bin Ujlan berkata:”Apakah orang munafiq itu menmangis?”
Lalu dijawab, “Menangis dari mata kepala, memang. Tapi tangisan dari hati, tidak!”
Fudhail ra, mengatakan, “Bila anda melihat seseorang menangis tapi hatinya alpa, maka itulah tangisan munafiq. Tangisan yang sesungguhnya adalah tangisan qalbu.”
Malik bin Dinar ra, ditanya, “Tidakkah engkau datang dengan seorang qari’ yang membaca di hadapanmu?”
“Kematian kekasih tidak butuh  pada peratap tangisan.”
Ka’b al-Ahbar ra, menandaskan, “Suatu tangisanku setets karena takut kepada Allah Ta’ala, lebih kucintai disbanding sedekah segunung emas.”
Dalam tangisan Malik bin Dinar ra, seringkali munajat, “Duh diriku! Engkau ingin bersanding pasa Sang Maha Jabbar, dan menjadi orang yang terpilih, lalu mana engkau tinggalkan syahwat nafsumu? Sudah sejauh mana engkau mendekat kepada Allah? Wali mana yang engkau cintai karena Allah? Musuh mana yang engkau benci karena Allah? Menahan diri yang mana yang engkau lakukan karena Allah? Tidak! Jika semua itu tidak karena ampunan dan rahmat Allah!”. Tiba-tiba ia pingsan.
Diriwayatkan, bahwa Allah Swt, berfirman kepada Nabi Musa as,: “Tak ada yang lebih dekat kepadaKu dibanding orang-orang yang menangis karena takut dan cinta kepadaKu.”
Tsabit an-Nasaj, ra berkata, “Nabi Dawud as, tidak pernah minum setegukpun setelah berbuat kesalahan, melainkan ia hanya menyerap airmatanya, hingga beliau menemui Allah Azza wa-Jalla (wafat).”
Ketika suatu hari melihat airmatanya banyak yang mengalir, ia berkata, “Ya Ilahi, apakah Engkau tidak kasihan atas tangisanku?”
Lalu ada suara dari langit, “Hai Dawud! Engkau masih ingat airmatamu, sedangkan engkau tidak mengingat dosa-dosamu?!”
Lantas Nabi Dawud as mengambil debu yang dipanaskan, lalu mengusap-usap kepalanya dengan debu pasir itu, sembari berkata, “Duh hilanglah air mukaku di hadapan Tuhanku.”
Di masa Hasan al-Bashry ra ada seorang lelaki yang punya anak perempuan sedang menangis, hingga matanya buta. Lelaki itu datang kepada Hasan agar didoakan dan dinasehatinya, siapa tahu ia menyadari dirinya. Lalu Hasan mendatangi gadis itu, dan berkata, “Kasihanilah dirimu!”
“Oh, guru! Mataku tidak lepas dari dua wajah, apakah layak untuk memandang Tuhanku atau tidak. Jika tidak layak maka sudah benar kalau mataku buta! Jika benar layak, maka ribuan seperti mataku ini pantas menjadi tebusan untuk memandangNya,” jawabnya.
“Aku datang untuk mengobati, malah aku yang diobati. Aku datang untuk jadi dokternya, malah aku menemukan dokterku.”
Salamah bin Khalid al-Makhzumy ra mengatakan, “Suatu hari perempuan dari Syam ada di Baitullah al-Haram, ia bisaa dipanggil Khazinah (Sang duka), karena selamanya menangis akibat rindunya kepada Allah Swt. Saat ia memandang pintu Ka’bah, selalu ia berucap, “Oh rumah Tuhanku, oh, rumah Tuhanku…”
Suatu saat pintu Ka’bah dibuka, lalu wanita itu melihat orang-orang sedang thawaf sembari menangis, dan berucap, “Diraja kami dan matahati kami…betapa panjang rindu kami kepadaMu…Kapan kami bertemu?” Wanita itu mendengarkan ucapan itu, lalu menjerit pingsan, hingga membuatnya mati.
Yahya bin Ashfar menandaskan, “Kami masuk bersama jamaah kami ke rumah Ufairah, perempuan ahli ibadah –semoga Allah Ta’ala merahmatinya-. Ia seorang yang buta karena banyaknya menangis, lalu salah satu dari kami mengatakan, “Betapa sedihnya kebutaan setelah sebelumnya bisa melihat!”.
Rupanya ia mendengar ucapan itu, dan berkata, “Hai hamba Allah! Butanya hati dari Allah Swt lebih pedih ketimbang butanya mata kepala! Aku sangat senang jika Allah memberikan kenyataan cintaNya kepadaku, dan sama sekali aku tidak ada kesedihan melainkan Allah Ta’ala mengambilnya dariku.”
Malam gelap gulita
Sedang pemaksiat lelap tidurnya.
Sang Arifun berdiri di hadap Tuhannya
Membacakan Ayat-ayat hidayah
Airmata mereka mengalir bercucuran
Tak sabar sedetik pun untuk tidak mengingatNya
Deru rindu bergelora
Sungguh pecinta tak pernah tidur.
***

Komentar

Postingan Populer